Menulis

Menulis

Menyikapi Berkah dan Musibah

Anda pasti sedih saat ban bocor tanpa pemberitahuan. Apalagi, di malam hujan pas macet pisan (kapokmu kapan jo :D tapi, bagi tukang tambal ban, kesedihan Anda adalah berkah. Kehadiran Anda bagai tamu beraroma rupiah.

Anda juga pasti sedih jika divonis sakit, apalagi yang berat-berat. Tapi, bagi tenaga medis, musibah itu adalah rejeki. Mereka bisa mengantongi doku sebab sakit Anda (banyak tenaga medis yang beli mobil mewah karena obat/jasanya laku :D ya, apa iya?

Bahkan, di ranah kematian, saat sanak famili menangis, tukang gali kubur justru "tertawa". Makin banyak yang ke liang lahat, makin baik. Apalagi, di tengah naiknya harga beras dan gula :D

Itulah hukum alam (baca: sunnatullah). Ada musibah, ada berkah. Semua harus berjalan seiring sejalan. Jika tidak, dunia akan berhenti berputar.

Lalu, apa kesimpulan coretan ini? Apakah kita harus jadi tukang tambal ban? Atau jadi juru suntik? Atau juru suntik yang punya sampingan tambal ban? Atau tukang tambal ban yang ngobyek jadi penggali makam?

Semua terserah Anda. Yang penting, nikmati saja jatuh bangun hidup ini. Saat Anda jatuh, ingat, ada yang dapat keuntungan dari musibah Anda (maka tersenyumlah).

Sebaliknya, jika Anda untung, ingat bisa jadi itu dampak dari musibah orang lain (maka bersedekahlah).

"Just be happy and always somewhere"

by Scorpion :D

0 Response to "Menyikapi Berkah dan Musibah"

Post a Comment