Menulis

Menulis

Ketika Hati Bicara Cinta, Cie... Cie...



Sudah banyak buku, artikel, dan kata-kata bijak tentang cinta. Namun demikian, saya coba tulis sebuah coretan yang mungkin bisa mewarnai kehidupan Anda, atau setidaknya hidup saya sendiri, he he :)

Kali ini saya lebih fokus pada cinta kepada pujaan hati atau kekasih (swit, swit). Bisa jadi suami, istri, calon suami, calon istri, mantan kekasih, atau siapa saja yang pernah mencuri hati kita, tak terkecuali mereka yang sudah bersuami/istri, he he.

Jujur saja, sepanjang hidup ini, saya beberapa kali menaruh hati pada lawan jenis. (caution: buat yang kagetan, segera "back" untuk pindah halaman. daripada Anda mual dan mules, wkwkwk)

Saya tidak tahu apakah itu yang dinamakan cinta. Yang pasti, saya merasakan hati berbunga-bunga setiap bertemu mereka.

Saya kali pertama mengalami "getaran jiwa" saat duduk di bangku SD kelas enam (waduh, ketahuan belangnya :) Entah mengapa, saya selalu dag-dig-dug jika bertemu seorang cewek yang tinggal di perumahan depan kampung saya.

Usianya sepantaran saya. Tapi soal nasib, kami jauh berbeda. Dia dari keluarga ningrat, sementara saya anak ingusan yang belum jelas konsep hidupnya (cek jujure ake rek, he he he :)

Yang menarik, sampai detik ini, saya belum pernah sekalipun berbicara dengannya. Setiap kali bertemu, kami hanya melempar senyum, tanpa ada kata-kata sepatah pun. (huuuuuuuuuu..., jempol kebalik)

Waktu berlalu, saya pun beranjak ABG. Saat di bangku SMP, saya masih belum paham apa itu cinta. Meski banyak temen cewek yang cantik jelita, saya tak bergeming. Bukan karena tak mau dengan mereka, tapi saya yakin none of them kolu sama saya, wkwkwk. (super duper minder rek :)

Lewat SMP, masa-masa SMA pun saya jajaki. Sama ketika SMP, banyak temen sekolah yang ayu rupawan. Namun, lagi-lagi saya enggan beraksi. Bukan karena tidak mau, tapi saya yakin mereka gak doyan sama saya (melasnya diriku).

Pernah suatu ketika saya nekat mendekati teman beda kelas. Saya coba mengirim sinyal agar dia memahami isi hati saya. Namun apa lacur, di tengah pedekate, dia bilang lewat sahabatnya, "Maaf kita berteman aja ya Mam."

Glodak, harga diri saya jatuh nyaris di bawah 0 derajat Celcius. Hampir membeku dan kaku. Bagaimana tidak, pertama kali jujur, sudah harus hancur lembur. Alhasil, saya hanya plonga-plongo mirip "Manusia Bodoh" di lirik lagu Ada Band.

Kenyataan getir itu menguatkan keyakinan saya bahwa inyong emang gak bakat punya gebetan.

Sekali gagal, saya coba membuka lembaran baru. Saya nekat mendekati seorang cewek lagi. Kali ini si doi adalah teman sekelas. Melalui sahabatnya, saya coba mengirim sinyal positif.

Meski sempat mendapat tanggapan baik, tetap saja ujung ceritanya nyungsep. Perjuangan saya gagal maning, gagal maning.

Ketika duduk berhadapan dengan si dia, lidah saya mendadak membatu. Bingung harus ngomong apa. Sampai akhirnya waktu berlalu dan kami pun tak lebih dari sekadar teman.

Lewat masa SMA, saya berpetualang ke bangku kuliah. Di sini karir percintaan saya jauh lebih parah. Tak satupun teman kampus yang berhasil saya dekati. Semua berstatus just friends dude!

Tak laku di kampus, saya coba dekati cewek remaja masjid. Harapannya punya pendamping yang sholihah. Beberapa jurus pedekate pun saya keluarkan, termasuk utang teman buat nraktir doi.

He he he, dan sejarah pun kembali terulang. Lagi-lagi pil pahit harus saya telan. Si dia akhirnya nikah dengan cowok yang lebih alim, lebih ganteng, lebih sholih, lebih berakhlak, lebih gendut, dan tentu saja, lebih punya duit (inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. walakin, barokallahu lakuma).

Gagal mendapatkan si dia, saya coba mendekati gadis sholihah lainnya. Wajahnya mirip dengan cewek sholihah yang pertama. Saya katakan kepada dia bahwa saya ada rasa dan ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih serius.

Kali ini nasib baik menghampiri saya. Si dia menerima proposal saya. Kami pun sempat membicarakan masa depan. Namun suratan takdir berkata lain. Kami harus berpisah di tengah jalan.

Alhamdulillah, beberapa tahun kemudian, saya dapat kabar si doi menikah dengan seorang ustadz muda yang lebih bermutu daripada saya. (barokallahu lakuma ya ukhti, ya akhi. semoga menjadi keluarga samawa :)

Singkat cerita, saya pun bertemu seorang gadis cantik lulusan Unibraw. Alhamdulillah dia mau menerima saya apa adanya. Mulai dari karakter yang suka ndobos, gampang lupa, keras kepala, seneng barang second, hingga duit yang pas-pasan (jujur sekali saya, qiqiqiqi).

Tq so much, jzk Mbak Dewi Butiq sudah mau nrima ing pandum, he he he. Semoga kita dan keluarga sukses bahagia dunia akhirat. Aamiiin.

Ya, begitulah sebagian kisah romantisme saya. Semoga Anda tidak mual dan mules karenanya, he he he.

"Alhamdulillah Cak Gem, aku gak mules, apalagi mual. Cuma tenggorokan kering dan bibir pecah-pecah."

Waduh, waktunya minum larutan penyegar cap Kaki Badak tuh, qiqiqiqi ;)

*****

Bicara cinta memang selalu mengasyikkan. Tua-muda, laki-perempuan, kaya-mlarat, bodoh-pinter, besar-kecil, semua suka dengan kisah percintaan.

Tak heran jika lagu, novel, sinetron, cerpen, dan film tentang cinta laris manis di pasaran. Bahkan sampai diulang-ulang pun, tetep saja banyak yang suka.

Saya yakin di antara Anda pasti punya kisah cinta yang luar biasa. Bahkan, mungkin dibumbui dengan air mata duka dan bahagia.

Yup, cinta memang dahsyat. Cinta bisa mengubah hampa jadi bahagia, lara jadi gembira, dan susah jadi tertawa.

Meski demikian, sakit cinta juga luar biasa. Sebagian orang ada yang sampai stress, gila, bahkan bunuh diri dibuatnya (naudzubillahi min dzalik).

Pertanyaannya.

Bagaimana sebaiknya manusia memperlakukan cinta?

Adakah cinta suci, murni, sejati, dan abadi?

Dengan segala, kekurangan, kelemahan, dan keterbatasan ilmu, saya coba mengulasnya dari perspektif seorang penulis muslim dan mantan wartawan.

Menurut saya, cinta terbagi dalam dua bagian besar.

Pertama, cinta kepada Sang Kholiq (Pencipta).

Kedua, cinta kepada makhluk (ciptaan Allah dan segala manifestasinya).

Kisah romantisme saya termasuk kategori kedua, yakni cinta kepada sesama makhluk. Selain pada lawan jenis, cinta macam ini bisa tertambat pada uang, mobil, gadget, hobi, bisnis, rumah, nasab, makanan, pekerjaan, properti, perkebunan, peternakan, deposito, fashion, idiologi, dll (pokoknya apa saja selain Allah).

Cinta kepada makhluk tak boleh membabi buta. Mengapa? Karena kita dan apa yang kita cintai kedudukannya sama, yaitu ciptaan/bikinan/karya.

Sepanjang diperbolehkan Allah, cinta kepada makhluk (dan segala manifestasinya) syah-syah saja dilakukan. Namun, jika Allah membatasi, atau bahkan melarang, tak ada pilihan kecuali sami'na wa atho'na (kami mendengar dan kami taat).

InsyaAllah dengan manajemen cinta seperti ini, kita akan sukses dan bahagia dunia akhirat (aamiiin). Ingat, mencintai makhluk di luar kewajaran adalah sumber kekecewaan, kesengsaraan, dan malapetaka.

Nah, sedangkan cinta yang suci, murni, sejati, dan abadi hanyalah untuk Sang Pencipta dan Pemilik alam semesta. Cinta kepada Allah benar-benar harus mutlak, tanpa celah sedikitpun.

Memang perlu ilmu dan proses agar bisa mencintai Allah sepenuh jiwa. Seperti yang ditunjukkan para Nabi, sahabat, dan syuhada.

Dengan izin Allah, mereka mampu mencintai Sang Maha Raja di atas segalanya. Bahkan jika harus mati demi Allah pun, 100% mereka siap (Subhanallah. Laa haula walaa quwwata illa billah).

Kabar baiknya, Allah begitu sayang kepada manusia. Semua tuntunan dan tata cara tentang cinta telah dikupas tuntas dalam Kitab Suci.

Allah juga mengangkat Rosul dari kalangan manusia sebagai the best role model in the world. Rekam jejak Beliau terangkum dalam Kitab Alhadist.

Dua Kitab inilah yang jadi pedoman kita dalam menjalani setiap langkah kehidupan, termasuk  percintaan.

Bagi yang ingin menguasai ilmu agung ini, tak ada cara lain kecuali berguru pada alim ulama sebagai warosatil anbiya (penerus para Nabi).

Oh ya, sebelum saya tutup, ada baiknya sejenak kita renungi satu bait cinta dari Sang Maha Cinta di Surat At-Taubah ayat 24.

Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, sanak famili, harta kekayaan yang kamu upayakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (daripada) berjuang di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya (kesengsaraan)." Dan Allah tidak memberi petunjuk pada orang-orang fasik.

Semoga Anda dan saya termasuk hamba-hamba yang mencinta dan dicinta sesuai ilmu Sang Kholiq dan utusanNya. Aamiiin YRA.

Wallahu a'lam

0 Response to "Ketika Hati Bicara Cinta, Cie... Cie..."

Post a Comment