Menulis

Menulis

Dua Kali Bolos Sekolah karena Lalai Tujuan



Pernah tidak dimarahi guru atau orangtua karena bolos sekolah? Kalau saya pernah. Waktu itu kelas satu SMA. Namanya juga ABG, selalu saja tertantang melakukan hal-hal yang menguras adrenalin.

Saat mata pelajaran Seni Rupa, saya dan belasan teman nekat meninggalkan kelas tanpa izin. Kami sepakat jalan-jalan ke pusat kota dengan naik motor.

Karena tak punya motor, walhasil saya pun mengeluarkan jurus nebeng jaya, he he he. (ajian sugih tanpa bondo level lima).

Selain keliling kota, kami juga jalan-jalan ke mall. Kami bahkan sempat patungan untuk main bowling meski tak paham peraturan dan cara mainnya. (sing penting ngglundungke bal)

Saya sendiri juga bingung apa enaknya bolos sekolah, puter-puter naik motor, dan main bowling. Yang pasti, saat itu kami semua cekikikan menjalani aktivitas "nakal" tersebut.

Bisa ditebak, keesokan harinya pak guru langsung naik pitam. Kami pun disidang karena dianggap melakukan tindakan indisipliner.

"Kalian disekolahkan bukan untuk main-main, tapi belajar. Kalau bolos lagi, kalian akan dihukum," ancam Pak Dodik, guru Seni Rupa.

Alhamdulillah sejak peristiwa itu, kami enggan bolos sekolah. Kami mulai rajin belajar demi merajut masa depan. Namun, namanya juga ABG, beberapa bulan setelah itu saya tertantang untuk mencicipi lagi "serunya" bolos sekolah.

Saat pelajaran matematika, saya dan seorang sahabat bernama Rizki nekat keluar kelas. Yang menarik, kami berdua tidak "melarikan diri". Saya dan Rizki hanya nongkrong di dalam kelas kosong tak jauh dari kelas kami.

Tak pelak, aksi ndablek itu mendapat kartu kuning setengah merah. "Priiittt", kami berdua diancam tak boleh ikut pelajaran matematika selamanya.

"Kalian disekolahkan untuk belajar, bukan untuk main-main. Kalau gak mau belajar, ya udah gak usah ikut pelajaran saya. Terserah kalian mau jadi apa," ancam Bu Oei Siok Nio, guru nyentrik yang hobi balap mobil.

Weleh, weleh, weleh, kejem banget Bu Siok. Beda ama Pak Dodik yang masih mau memberi kesempatan. Masak baru sekali bolos langsung di-cut dari pelajaran.

"Maaf Bu, saya khilaf. Saya minta maaf. Saya gak akan bolos lagi. Saya janji Bu," kata saya dengan wajah sangat memelas.

Rizki yang juga merasa bersalah hanya bisa menundukkan kepala. Dia diam seribu bahasa sembari sesekali matanya melirik ke arah saya dan Bu Siok.

Aksi diam Rizki ini jauh dari kebiasaannya sehari-hari. Sebagai anggota ilegal sebuah gank motor wilayah Kenjeran, Rizki dikenal garang jika di atas Suzuki Crystalnya. Namun, siang itu, Rizki benar-benar tak berdaya di depan Bu Siok, qiqiqi ;)

Beruntung hati Bu Siok tak terbuat dari batu. Mendengar "ratapan" saya plus aksi melas Rizki, beliau mau membuka pinta maafnya. Dia pun menyemangati kami untuk rajin belajar.

"Okay ini peringatan terakhir. Jangan pernah bolos lagi. Kalian harus sungguh-sungguh belajar biar pinter," nasihat Bu Siok.

*****

Coba perhatikan kata-kata Pak Dodik dan Bu Siok. Meski berbeda lafal, namun intinya sama. Beliau berdua melarang kami bolos sekolah. Alasannya, kami disekolahkan untuk belajar, bukan untuk main-main.

Nah, sekarang coba perhatikan pesan Sang Pencipta dan Pemilik alam semesta di Surat Adz-Dzariyat ayat 56:

"Dan tidak Ku jadikan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Ku."

Yup, ayat ini begitu gamblang menyebut tugas utama manusia dan jin adalah mengabdi pada Sang Pencipta, Pemilik, Pengatur, dan Penjaga alam semesta. Kita lahir sampai mati sejatinya hanya untuk ibadah, bukan untuk main-main.

Kata lain dari ibadah adalah mentaati segala perintahNya dan menjauhi semua laranganNya.

Perintah Allah meliputi di antaranya ngaji, sholat, zakat, puasa, sedekah, umroh/haji bagi yang mampu, taat/hormat pada orangtua, silaturahim, dll.

Adapun larangan Allah di antaranya zina, mabuk, mencuri, membunuh, berani pada orangtua, riba, berbohong, curang, menghina orang, dll.

Bisa dibayangkan betapa murkanya Allah jika ternyata di dunia ini kita lupa dengan tugas utama manusia. Bukannya beribadah, tapi justru main-main.

"Maksudnya main-main gimana Cak Gem?"

Main-main artinya: enggan melaksanakan perintahNya, tapi justru menerjang laranganNya.

Bukannya sibuk mempersiapkan diri untuk bertemu Sang Kholik, malah terlena dengan beragam jenis permainan duniawi.

Saking hobinya mainin uang, sampai-sampai sengaja lupa sholat dan puasa.

Saking hobinya pelesiran, sampai-sampai sengaja lupa umroh dan haji.

Saking senangnya mainan monopoli (jual-beli), sampai-sampai sengaja lupa zakat dan sedekah.

Saking stressnya dengan beban hidup, sampai-sampai nekat main mabuk-mabukan.

Saking antusiasnya dengan kuda-kudaan, sampai-sampai nekat main perempuan. (kalau cewek main laki-lakian).

Saking susahnya dapat uang, sampai-sampai nekat main rampok-rampokan, curi-curian, copet-copetan, dan korupsi-korupsian.

Persis seperti kisah saya bolos sekolah di atas. Pak dan Bu guru mengingatkan tugas utama sekolah adalah untuk belajar, bukan untuk main-main.

So, mumpung belum dipanggil Sang Maha Mematikan, ayo minta ampun dan kembali ke "kelas".

"Nanti aja Cak Gem balik ke kelasnya. Sekarang enjoy-enjoy aja dulu."

Weleh, weleh, weleh. Ojo nunda-nunda wektu Dab. Kejadian AirAsia bukti nyata Malaikat Izroil berdinas 24 jam nonstop, kapan saja, dan di mana saja.

Coba resapi sejenak kutipan Surat Albaqoroh ayat 156 yang mulia ini:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

"Sungguh kami adalah milik Allah, dan sungguh kami akan kembali kepadaNya."

Yup, kalimat ini biasa kita ucapkan kalau ada yang mati. Kalimat ini pula yang akan diucapkan orang-orang ketika kita membujur kaku dan siap ditanam di dalam tanah.

Semoga Anda dan saya termasuk hamba-hamba yang tidak lupa tujuan. Aamiiin.

0 Response to "Dua Kali Bolos Sekolah karena Lalai Tujuan"

Post a Comment