Misteri di Balik Proses Pembuatan Jenang
Di tengah makin praktisnya gaya hidup modern, masih saja ada orang-orang yang setia pada tradisi nenek moyang. Bahu membahu mereka melestarikan adat demi sebuah tujuan yang mereka sendiri kadang tidak paham.
Salah satu tradisi yang masih kuat adalah membuat jenang untuk resepsi pernikahan. Kue berbahan tepung ketan, gula aren, dan santan itu menjadi primadona bagi orang-orang sepuh di sebagian wilayah Pulau Jawa.
Alhamdulillah, belum lama ini saya berkesempatan mencicipi proses pembuatan jenang yang sungguh menguras keringat. Bayangkan saja, minimal empat jam, adonan kue tradisional itu diaduk tanpa henti.
Makin lama, adukan makin berat karena adonan makin mengental. Saya sendiri sampai ngos-ngosan mengaduk adonan berwarna coklat tua itu. Beruntung, banyak orang yang terlibat dalam proses pembuatan jenang. Alhasil, kami pun berbagi kekuatan agar tidak kecapaian.
"Ini sudah tradisi di sini. Kalau tak membuat jenang, kita akan digunjing warga sekitar. Kok mau nikah tidak membuat jenang?" kata Yudo, warga Desa Janti, Kecamatan Wates, Kediri, Jatim.
Meski begitu mengakar, ternyata tidak banyak yang paham apa dan bagaimana jenang. Ketika saya tanya sejarah jenang, kenapa harus jenang, sebagian masyarakat menggelengkan kepala.
"Ya, ini sudah tradisi sejak jaman dulu. Saya sendiri tidak paham siapa yang pertama kali membuatnya. Yang pasti, kita harus melestarikannya. Jenang sudah menjadi sarat untuk sebuah pesta pernikahan di sini," imbuh Yudo.
Yang misterius, sebagian masyarakat ada yang membuat sesajen sebelum memulai proses mengaduk adonan. Mereka menaruh tusukan cabe dan bawang di dekat loyang raksasa tempat mengaduk jenang.
"Saya sendiri juga tak tahu apa maksudnya. Tapi, sebagian orang masih melakukan hal itu, meski jarang," terang Yudo.
Hmmm, menarik juga menyaksikan warga Desa Janti melestarikan tradisi nenek moyang. Meski sangat menguras energi dan tidak memahami maksudnya, tetap saja mereka patuh pada budaya.
Saya sendiri enggan berkomentar tentang tradisi unik ini. Yang pasti, saya melihat, jenang tidak hanya untuk dimakan. Lebih dari itu, ia berfungsi sebagai perekat agar warga desa mau saling bantu jika ada yang punya hajat.
Akankah tradisi ini terus bertahan? Belum ada yang bisa memastikan. Setidaknya, di tengah maraknya gaya hidup berponsel, warga Desa Janti memilih "bersusah payah" melestarikan peninggalan nenek moyang.
"Seneng Mas bisa kumpul-kumpul seperti ini," kata Yudo yang mengaku harus cuti empat hari demi membuat jenang bersama warga sekitar.
0 Response to "Misteri di Balik Proses Pembuatan Jenang "
Post a Comment