Menulis

Menulis

Ditendang Polisi Saat Malam Tahun Baru

Pergantian tahun kurang empat jam lagi. Saya dan beberapa teman belum juga punya rencana. Setelah bermusyawarah, akhirnya kami mufakat untuk keliling kota naik motor.

Saya sendiri mengendarai Suzuki 100 keluaran 1975. Motor berjuluk "Super Ngincik" itu sehari-hari dipakai bapak untuk bekerja. Karena malam itu nganggur, Super Ngincik bisa saya booking.

"Wis gak usah nggawe helm. Iki malam tahun baru. Pulisi gak katene nyekel. (Gak usah pakai helm. Ini malam tahun baru. Polisi gak akan menangkap)," seru seorang teman.

Mendengar itu, hati saya kurang nyaman. Apalagi saya belum punya SIM. Rasa takut ditangkap polisi menghantui pikiran saya.

Bagaimana kalau saya nanti ditahan?

Betapa sedihnya ibu kalau saya dipenjara?
Bapak pasti marah kalau saya masuk bui.

Belum sempat menjawab pertanyaan itu, seorang teman berteriak lantang, "Ayo budal. Gak katek kesuwen. (Ayo berangkat. Gak usah nunggu lama)."

Meski ragu, saya tetap menarik tali gas. Dalam hati ada rasa khawatir yang teramat sangat. Sempat terpikir untuk tak melanjutkan konvoi itu. Tapi, darah muda terlanjur mengalir deras.

"Ini malam tahun baru. Saatnya anak muda bergaya. Sesekali melanggar lalu lintas. Ini keren," bisik setan di dalam hati.

Saat memasuki Jl. Darmo, suasana terlihat meriah. Ribuan orang tumplek blek di jalanan. Ada yang naik mobil, motor, sepeda, dan jalan kaki.

Di tengah perjalanan, mendadak muncul segerombolan pria memakai seragam coklat. Mereka berdiri gagah di sebelah kanan bahu jalan. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Ternyata mereka polisi.

Dengan tatapan mata tajam, mereka mengawasi setiap pengendara yang melintas. Saya yang tengah melaju pelan tak luput dari pengintaian. Mendadak seorang polisi muda bergerak menghampiri saya.

"Ampun Gusti. Alamat masuk penjara nih," kata saya dalam hati.

"Mana helmnya?" bentak pak polisi.

Tak ingin ditangkap hidup-hidup, saya langsung menarik tali gas. Wuzzz, Super Ngincik melesat lebih kencang.

Melihat buruannya lolos, pak polisi mengeluarkan tendangan maut. Ciaaat, kaki kiri pak polisi menebas ke arah saya. Prak, sepatu boot pak polisi menghajar kaca spion. Beruntung saya lolos dari tendangan itu.

"Alhamdulillah slamet," kata saya sembari menghela napas.

Tak ingin berlama-lama, saya pun tancap gas meninggalkan lokasi. Saya putuskan menyudahi konvoi itu dan segera pulang ke rumah.

Ternyata, menjadi "keren" tidaklah mudah. Apalagi, jika bertentangan dengan hati nurani. Betapa sering kita mengikuti arus yang terkadang kita sendiri tak tahu muaranya.

Benar kata orang bijak. "Kenali dirimu, maka kau akan bahagia".

0 Response to "Ditendang Polisi Saat Malam Tahun Baru"

Post a Comment