Menulis

Menulis

Awas Propaganda Tersembunyi Media


Alhamdulillah, sejak tahun 2000-2014, saya berkesempatan menikmati profesi jurnalis. Saya pernah bergabung dengan Jawa Pos Group, MNC Group, Harian Merdeka, dan Berita Satu Media Holdings.

Ada banyak ilmu, pengetahuan, dan pengalaman terkait dunia media. Mulai dari cara menulis, wawancara, liputan, investigasi, memotret, memilih foto berbayar, membuat grafik, mengelola halaman, mencari iklan, hingga menggelar aneka event untuk menghidupi media.

Sekarang, setelah hampir 15 tahun aktif di jurnalistik, saya lebih sering duduk manis menikmati beragam materi yang tersaji di media cetak, online, radio, dan televisi.

Sebagai mantan jurnalis, jujur, saya sedih bahkan khawatir melihat kualitas sebagian media akhir-akhir ini. Demi meraih perhatian pembaca/pemirsa, beragam cara dilakukan, termasuk dengan mencederai norma, susila, budaya, bahkan agama.

Nah, agar terhindar dari fitnah media, ada baiknya memahami latar belakang dan pernak-pernik seputar dunia pers dan penyiaran.

PEMILIK MEDIA
Jika ada waktu luang, cari tahu siapa penguasa di balik sebuah media. Ini penting agar kita bisa mendeteksi arah kebijakan yang diterapkan di perusahaan.

Di jaman internet seperti sekarang, cukup klik Mbah Google, profile pemilik media akan muncul di depan mata.

Jangan harap sebuah media menyuarakan anti-korupsi jika pemilik dan pengelolanya pro-koruptor.

Jangan kaget kalau arah kebijakannya pro Orde Baru jika dalang di balik media adalah kroni-kroni terdahulu.

Jangan harap media berhenti mengobral content seks dan hedonisme jika pemiliknya adalah mereka yang kurang pro akhirat.

PENGARUH AGAMA
Sebagian pihak mengatakan naif jika menghubungkan media dengan agama sang pemilik. Namun, sejauh yang saya alami, pengaruh agama secara halus menghiasi kebijakan suatu media. Di antaranya dalam menentukan kompisisi awak media dan arah muatan berita/tayangan.

So, wajar jika ada media yang lebih memihak agama tertentu dalam menyajikan materinya. Bahkan, pada beberapa kasus, sebagian media tega mengadu domba antar umat beragama.

Salah satu strategi yang biasa dipakai adalah mengangkat isu sensitif agama tertentu yang berpotensi memicu perdebatan dan aksi saling hina di media sosial.

AFILIASI POLITIK
Kalau yang ini tak usah dijelaskan. Anda sudah pasti hapal media apa saja yang mendukung Jokowi dan mana saja yang mendukung Prabowo.

Tak mungkin media pro Jokowi dengan tulus memuji prestasi Prabowo, begitu pula sebaliknya. Kalaupun terpaksa memuji, biasanya hanya sebatas lips service.

SINDIKASI INTERNASIONAL
Di jaman global seperti sekarang, sinergi antar-media sangat menggiurkan. Banyak media dalam negeri yang berkolaborasi dengan asing.

Kerja sama ini sudah pasti berdampak pada content yang disajikan. Tidak mungkin terjalin sebuah kesepakatan jika keduanya beda perjuangan.

Jadi, jangan heran jika mendadak pejabat tinggi luar negeri bisa muncul secara eksklusif di media A, tapi tidak di media yang lain. Tanya kenapa?

KEKUATAN PENGIKLAN
Iklan adalah napas dan kehidupan media. Alhasil, awak media harus menghormati pengiklan jika ingin bertahan. Pada kasus tertentu, sebagian media, terutama yang belum mapan, nekat melacurkan diri demi mendulang rupiah.

AGENDA TERSEMBUNYI
Ini yang sulit dideteksi. Strategi jangka panjang dijalankan demi meraih kemenangan. Namun jika kita mau jeli, "secret behind the story" bisa kita rasakan dari narasumber yang sering muncul di sebuah media.

Cara lain mendeteksi "hidden agenda" adalah memperhatikan hal-hal yang terjadi di luar kewajaran.

Misal, banyak ibu-ibu berjilbab yang sering muncul di tayangan musik, khususnya dangdut. Mereka leluasa berjoget di barisan depan panggung tanpa ada gangguan dari penonton lain.

Ini aneh karena biasanya yang menguasai area "VVIP" adalah para pemuda yang kepincut menikmati aksi biduanita dari jarak dekat.

Naluri saya meyakini ada agenda tersembunyi yang sangat halus untuk menggoyang kewibawaan ibu-ibu berjilbab.

"Lho, ibu-ibu berjilbab kok mau disuruh joget di bagian depan panggung?"

Hmmm, menurut saya bisa jadi karena uang atau pengen terkenal karena masuk TV.

FAKTOR SDM
Tak semua awak media mematuhi kode etik jurnalistik. Bisa jadi karena masih berstatus magang/junior atau memang sengaja untuk menaikkan rating. Ingat: bad news is good news.

Jika tidak sensitif, masyarakat, terutama dari kalangan kurang terdidik, bisa jadi korban "kenakalan" awak media.

So, cerdaslah dalam memilih dan memilah content media yang tersaji di depan mata. Memang ada banyak informasi bermanfaat di sana, tapi tak sedikit racun yang siap menghancurkan Anda dan keluarga.

Bila tak mampu menyaring content (materi), lebih baik sibukkan diri dengan kegiatan yang lebih bermanfaat seperti bisnis online.

Setahu saya, banyak teman-teman dari kalangan profesional yang mengklaim sebagian besar content media di Indonesia, khususnya TV tak laik dinikmati karena gak bermutu. Di antara mereka bahkan sampai melarang anaknya menonton tayangan yang dianggap merusak.

Bagaimana menurut Anda?

0 Response to "Awas Propaganda Tersembunyi Media"

Post a Comment