Bahagianya Bisa Berbusana Sesuai Syar'iah
Tulisan ini adalah permintaan seorang ibu yang tinggal di Semarang. Beliau ingin saya mengulas masalah pakaian syar'i bagi kaum muslimah.
Ibu tiga anak ini berharap makin banyak muslimah yang berbusana syar'i. Bukan karena terpaksa, namun benar-benar dengan senang hati memakainya.
Saya katakan kepada beliau bahwa tak mudah membuat coretan bertema pakaian syar'i di media sosial. Mengapa? Karena pembaca dunia maya sangat majemuk. Mulai dari beda agama, beda aliran, beda daya tangkap, beda guru, beda ilmu, hingga beda kepentingan.
Lagi-lagi, sudut pandang yang beragam berpotensi memicu perdebatan, bahkan salah sangka, dan saling hina.
Meski demikian, dengan segala kekurangan dan keterbatasan ilmu, saya coba ulas tema ini dari perspektif seorang penulis muslim dan mantan wartawan. Semoga bisa diterima tanpa memicu salah paham yang berujung pada perdebatan tanpa batas. Aamiiin.
Agar mudah dipahami, saya bagi tulisan ini dalam tujuh ENTRY POINT (pintu masuk). Berikut tujuh tahapan yang mesti diperhatikan agar muslimah bisa dengan senang hati memakai busana syar'i (insyaAllah).
ENTRY POINT PERTAMA
Mengakui adanya Tuhan. Bagi kaum atheis, hal ini tentu saja tidak berlaku. Kalau buat umat Islam, sudah pasti Pencipta, Pemilik, Penjaga, dan Pengatur jagat raya adalah Allah SWT (Laa ilaha illallah).
Keyakinan ini adalah pintu masuk awal memahami pola pikir tentang segala hal terkait hukum Islam. Sangat sulit membahas tata cara peribadatan (syar'i) jika pondasi awal ini rapuh, atau bahkan tak pernah dibangun sama sekali.
Seperti halnya belajar matematika, semua dimulai dari mengenal angka dan sistem + - : x. Jika ini lemah, sangat sulit mempelajari sin, cos, tangen, matrik, hingga integral pangkat sekian-sekian.
Meyakini Allah sebagai Pencipta, Pemilik, Penjaga, dan Pengatur jagat raya butuh ilmu (Tauhid) dan terkadang proses pemahaman yang cukup lama.
ENTRY POINT KEDUA
Setelah mengakui Allah SWT sebagai satu-satunya Sesembahan, selanjutnya meyakini Muhammad SAW sebagai duta Sang Pencipta, Pemilik, Penjaga, dan Pengatur jagat raya. Dalam syahadat, lafalnya berbunyi Muhammadarrosulullah (Muhammad adalah utusan Allah).
Jika kurang atau tidak meyakini bahwa pria Arab buta huruf ini adalah utusan Allah, sangat sulit memahami apapun yang berhubungan dengan syar'i, termasuk masalah pakaian.
Detail tentang pola pikir, tindak tanduk, kebijakan, dan kehidupan sehari-hari Muhammad SAW terangkum dalam Alhadist.
ENTRY POINT KETIGA
Mengakui Alquran sebagai Kitab Suci yang dikarang langsung oleh Sang Pencipta, Pemilik, Penjaga, dan Pengatur jagat raya. Alquran adalah penyempurna Zabur, Taurat, dan Injil.
Jarang atau bahkan sama sekali tak pernah mengkaji Alquran (dan Alhadist) akan membuat ilmu-ilmu syar'i sulit dipahami. Bahkan, dalam beberapa kondisi bisa mengakibatkan mispersepsi.
Ibarat kata, bagaimana bisa tahu indahnya alur cerita, sastra, dan nilai-nilai luhur novel "Laskar Pelangi" jika tak pernah membacanya hingga hatam?
ENTRY POINT KEEMPAT
Meyakini semua aturan Allah SWT membawa dampak positif (maslahat) bagi diri sendiri dan orang lain. Dalam urusan berbusana sesuai syar'i ada beberapa kebaikan yang bisa diraih:
1. Wujud ketaatan kepada Sang Pencipta, Pemilik, Penjaga, dan Pengatur jagat raya.
2. Melindungi diri dari terbukanya pintu fitnah dari lawan jenis, terutama mereka yang memiliki nafsu tersembunyi.
3. Menghargai kaum pria agar tidak terjerumus dalam pikiran negatif.
4. Sebagai identitas/jati diri/brand kasat mata seorang muslimah.
ENTRY POINT KELIMA
Setelah mengkaji dan memahami Alquran dan Alhadist, tahapan berikutnya adalah kesediaan melaksanakan perintah Sang Pencipta, Pemilik, Penjaga, dan Pengatur jagat raya yang tersurat dan tersirat, termasuk masalah pakaian sesuai syariat Islam.
Beberapa ayat terkait pakaian syar'i bagi muslimah antara lain Al-A'rof ayat 26, Al-Ahzab ayat 59, dan An-Nur ayat 31. Detail penjelasan ayat ini diulas tuntas di sejumlah Hadist (lihat gambar di bawah).
ENTRY POINT KEENAM
Konsisten mengamalkan perintah Allah SWT, meski terjadi pro-kontra di masyarakat.
Jangankan masalah pakaian syar'i, definisi dan identitas Tuhan saja berbeda-beda antara umat Islam, Kristen, Budha, Hindhu, atheis, sekuler, liberal, dll.
Wajar sekali jika ada sudut pandang yang berbeda terkait busana muslimah di kalangan masyarakat. Terlebih jika Tuhannya beda, Kitab Sucinya beda, gurunya beda, latar belakangnya beda, alirannya beda, dan kepentingannya juga beda.
Salah satu perdebatan yang sering muncul adalah:
"Ngapain pakai busana syar'i Cak Gem kalau kelakuannya nyakitin orang melulu. Itu mah muna namanya. Mending gak usah pakai busana syar'i tapi hatinya baik."
Sepintas kalimat ini sepertinya bisa diterima akal. Padahal, kalau kita jeli, kalimat di atas memiliki dua pokok pikiran yang berbeda.
Pertama, menyangkut tata cara berbusana.
Kedua, terkait akhlak atau budi pekerti.
Dua hal ini sama sekali berbeda, bahkan pada kondisi tertentu bisa bertolak belakang.
Busana syar'i adalah perintah tentang bagaimana cara (how to) berpakaian bagi umat Islam. Kedudukannya seperti halnya tata cara sholat, puasa, zakat, dll.
Yang menarik, busana syar'i bisa dikenakan oleh siapa saja, termasuk oleh mereka yang berseberangan dengan Islam. Cukup pinjam atau beli di pasar, orang sudah bisa tampil Islami.
Sedangkan kelakuan menyakiti orang lain adalah soal akhlak. Fakta membuktikan, perbuatan tercela bisa dilakukan oleh siapa saja, tak terkecuali muslimah.
Ilistrasi simpelnya begini. Berapa banyak oknum polisi yang dibenci masyarakat karena terlibat kasus suap, salah tangkap, salah tembak, backing (perjudian, miras, narkoba), dan korupsi?
Apakah semua kasus itu membuat polisi menghapus kebijakan seragam kebesarannya? Sudah pasti tidak. Karena kejahatan yang dilakukan oknum polisi tak berhubungan dengan uniform yang dipakainya.
Bahkan, banyaknya modus kejahatan menggunakan atribut kepolisian (misal polisi palsu) tak membuat Polri berpikir untuk menghapus kebijakan memakai seragam.
ENTRY POINT KETUJUH
Bagi umat Islam, hidup adalah pengabdian (ibadah) kepada Sang Pencipta, Pemilik, Penjaga, dan Pengatur jagat raya. Dasar dalilnya Surat Ad-Dzariyat ayat 56:
"Dan tidak Ku jadikan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu."
Menjalani kehidupan sesuai aturan Islam lebih dari sekadar pilihan, tapi kewajiban bagi setiap orang yang mengucapkan syahadat.
Wajib = jika dikerjakan berpahala, bila ditinggalkan berdosa.
So, meski terjadi pro-kontra yang terkadang menyesakkan dada, menjalani hidup secara Islami adalah yang terbaik. Dasar dalilnya Surat An-Nahl ayat 97 yang artinya:
"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (Surga)."
Lalu bagaimana dengan fenomena jilbab seksi? Mereka kan juga memakai kerudung dan busana muslim? Apa itu boleh?
Jadi begini. Busana syar'i landasan berpikirnya adalah untuk melindungi diri dari fitnah lawan jenis dan menghargai kaum pria agar tak masuk dalam pikiran negatif.
Jadi, jika jilbab dan busana yang dikenakan malah mengundang daya tarik berlebih bagi kaum pria, hal itu justru menciderai tata cara berpakaian yang telah diatur dalam Islam.
Terus bagaimana kalau kita ingin berbusana syar'i tapi lingkungan melarangnya?
Jawaban pertanyaan ini kembali kepada masing-masing individu. Semua bergantung pada niat, ilmu, pola pikir, kepentingan, kepahaman, dan arah hidup yang dijalani.
*****
Tujuh ENTRY POINT ini idealnya dipelajari, dipahami, diyakini, dan diamalkan secara runut. Karena kalau tidak, besar kemungkinan terjadinya perbedaan perspektif yang memicu debat kusir.
Banyak sekali perang opini menyoal busana sesuai syar'i. Pihak pertama keukeuh meyakini setiap muslimah yang sudah baligh wajib berbusana sesuai syar'i.
Di lain pihak, sebagian menyatakan tak masalah jika muslimah tak berbusana syar'i. Yang menarik, mereka yang berseberangan banyak juga dari kalangan kyai. Menyikapi hal ini rumus yang bisa dipakai:
Hidup penuh dengan pilihan.
Pilihan didasarkan pada keyakinan.
Keyakinan didasarkan pada ilmu.
Ilmu didapat dari belajar.
Pembelajaran ditentukan oleh sistem pendidikan.
Pendidikan bergantung pada siapa gurunya, kurikulumnya, dan apa saja kitab-kitab rujukannya.
KESIMPULANNYA:
Ini adalah hidup Anda. Anda sendiri yang memilih seperti apa arah hidup Anda. Yang pasti, setelah napas terhenti, setiap kita akan dimintai pertanggung jawaban oleh Sang Pencipta, Pemilik, Penjaga, dan Pengatur alam semesta.
"Alhamdulillah aku sudah paham Cak Gem kalau muslimah yang baligh wajib berbusana syar'i. Tapi aku merasa belum siap lahir bathin. Bagaimana enaknya?"
He he he, alhamdulillah jika ukhtiy sekalian sudah memahaminya. Jika itu yang menjadi kendala, coba jawab dengan jujur pertanyaan berikut:
"Apakah Anda cinta dan hormat kepada Ibunda yang melahirkan Anda?"
Saya yakin, jika tidak terjadi penyimpangan atau peristiwa besar, 100% kita akan menjawab, "Tentu saja saya sangat cinta dan hormat kepada Ibunda saya. Bahkan saya rela melakukan apa saja agar Beliau bahagia."
Saya tanya lagi, "Mengapa Anda mencintai dan menghormati Ibunda Anda?"
Jawabannya antara lain:
Karena Beliau yang mengandung dan melahirkan saya.
Beliau yang mengasuh saya sejak kecil.
Beliau yang mendidik saya sejak kecil.
Beliau yang merawat saya sejak kecil.
Beliau yang menjaga saya sejak kecil.
Beliau yang melindungi saya sejak kecil.
Beliau yang mengantarkan saya hingga bisa seperti sekarang.
Nah, kalau kita begitu cinta dan hormat kepada Ibunda, mengapa kita tak cinta dan hormat kepada Dzat yang telah menciptakan Ibunda kita?
Padahal, Dzat itu pula yang memberi nyawa kepada kita dan Ibunda kita.
Dzat itu yang memberi makan kita dan Ibunda, menyehatkan kita dan Ibunda, memberi kepandaian kepada kita dan Ibunda, dll.
Dzat itu juga yang 24 jam nonstop menjaga miliaran benda angkasa, termasuk planet-planet agar tidak bertabrakan.
Dzat itu pula yang menumbuhkan semua pepohonan, menurunkan hujan, hingga memberi rejeki triliunan makhluk di alam semesta.
Dzat itu juga, yang melalui Malaikat Izroil akan mencabut nyawa kita. Entah dengan perantaraan bencana alam, penyakit, atau musibah lainnya.
Dzat itu pula yang akhirnya akan memasukkan kita ke dalam surga jika kita taat, dan memasukkan ke neraka jika kita menentangnya.
Bagaimana ukhtiy, siap menyebarkan cinta kasih Allah lewat busana syar'i?
Semoga Anda dan saya termasuk hamba-hamba yang dirahmati Sang Pencipta, Pemilik, Penjaga, dan Pengatur alam semesta. Aamiiin.
Wallahu a'lam
0 Response to "Bahagianya Bisa Berbusana Sesuai Syar'iah"
Post a Comment