Catatan untuk Para Pencari Kebahagiaan
Saya dapat tulisan ini dari seorang sahabat. Baca dengan seksama. InsyaAllah banyak kebaikan di dalamnya, terutama buat yang sedang berburu cita-cita.
------------
Ada dua tipe kebahagiaan yang dijadikan parameter umumnya manusia.
Pertama, sebut saja “Kebahagiaan Memiliki”. Yaitu orang yang bahagia karena punya status sosial tinggi. Bahagia karena punya kedudukan/jabatan basah. Bahagia karena memiliki uang banyak. Namun, sangat menderita saat semuanya pergi/hilang/musnah. Inilah “Kebahagiaan Memiliki”.
Secara mentalitas, orang yang meletakkan kebahagiaan pada prinsip kepemilikan tak peduli apakah yang dimiliki berguna atau tidak. Tak jadi soal apakah yang dipunyai meningkatkan kualitas hidup atau tidak. Yang penting, mereka bahagia karena bisa berkata “ini semua milikku”.
Berikut ilustrasi konkrit tentang “Kebahagian Memiliki”.
Diceritakan, suatu masa, ada orang kaya yang punya villa mewah di perbukitan indah. Sang pemilik tak bisa menggunakan rumahnya tiap hari karena tinggal di Jakarta. Hanya setahun sekali ia menengok rumahnya.
Yang menikmati kolam renang dan semua fasilitas adalah pembantunya yang ia gaji setiap bulannya. Meski demikian, sang pemilik rumah tetap bahagia, karena bisa berkata, “villa megah itu milikku”.
Mentalitas ini tak jauh beda dengan anak kecil yang membeli petasan. Ia menyuruh temannya membakar petasan miliknya. Ia menutup telinganya ketika petasan itu meledak. Tapi, ia tetap senang, karena petasan itu miliknya.
Ilustrasi lagi, ada suami-istri kaya raya. Namun, tak banyak yang tahu berapa besar kekayaan mereka. Semua terungkap tatkala keduanya mati. Ternyata mereka punya deposito melimpah.
Mereka tak pernah menggunakan uang itu, juga bunganya, kecuali untuk kebutuhan yang mendesak. Padahal, dengan uang itu, mereka bisa menghabiskan usianya dengan happy-happy. Atau uang itu digunakan untuk menyantuni para dhuafa, atau memberi bantuan beasiswa kepada anak-anak putus sekolah. Dengan demikian, hidupnya lebih bermakna dan lebih berkualitas.
Sayangnya, itu semua tidak dilakukan. Mereka sangat menyayangi uang. Sampai-sampai tidak ingin uang yang banyak itu berkurang. Uang yang berkurang menyebabkan kebahagiaannya terusik.
Mereka bahagia hanya saat melihat rekening bank yang terus bertambah. Mereka pun berkata, “uang yang banyak ini milikku”. Demikianlah kebahagiaan memiliki.
-----------
Kebahagiaan kedua adalah, “Kebahagiaan Materi”. Yaitu meletakkan kebahagiaan pada benda-benda mati.
Anda sangat bahagia karena punya mobil baru. Lalu Anda marah sejadi-jadinya saat sebuah becak tanpa sengaja menyenggol mobil Anda. Di situ Anda sakit hati, kecewa, setres, dan lain sebagainya. Maka itulah kebahagiaan yang digantungkan pada benda-benda mati.
Buat orang yang memilih tipe “Kebahagiaan Materi”, tidak ada yang paling menyenangkan selain memperbanyak benda-benda mati. Ia bisa berupa kendaraan, bisa berupa rumah, tanah, perabot rumah tangga, dan lain sebagainya.
Kesenangan hidupnya adalah mengoleksi benda-benda mati. Sebagai contoh, orang yang garasi rumahnya penuh dengan mobil mewah. Jumlahnya tiga, lima, atau bahkan lebih. Itu semua dibelinya bukan karena butuh, tapi karena menginginkan.
Perumpamaan mentalitasnya persis seperti anak kecil yang menangis karena minta dibelikan mainan. Padahal, mainan yang sama masih dia miliki. Anak kecil ini menangis bukan karena mainan yang ada tidak terpakai lagi, tapi karena semata menginginkan mainan baru.
Dahulu, Umar bin Khaththab pernah mengkritik sikap hidup seperti ini. Suatu hari Umar melihat Jabir bin Abdullah membawa daging. Umar bertanya, “Apakah ini hai Jabir?”
Jabir menjawab, “Ini daging yang saya beli karena saya menginginkannya”.
Umar menukas, “Apakah semua yang kamu inginkan kamu beli? Tidakkah sebaiknya kamu kosongkan perutmu untuk memberi makan tetanggamu dan keponakanmu? Tidakkah kamu perhatikan firman Allah “Kesenanganmu telah kamu habiskan dalam kehidupanmu di dunia dan kamu telah bersenang-senang dengannya?” - (Qs. Al-Ahqaf: 20)
Teguran Umar mengajarkan bahwa orang yang memperturutkan keinginannya, yang menghabiskan uangnya demi memenuhi kesenangan (sampai lupa hak orang lain), hakikatnya sedang menghabiskan kebahagiaan di dunia. Dia tak menyisakan kebahagian untuk hidupnya kelak di akhirat.
Hmmm, sedih sekali ya jika kita terjebak dalam "kebahagiaan" seperti itu? :( Semoga kita termasuk orang yang benar-benar bahagia. Aamiiin.
(see other articles at www.kulkutuk.com)
0 Response to "Catatan untuk Para Pencari Kebahagiaan"
Post a Comment