Menulis

Menulis

Bajul Ijo Berevolusi Jadi Macan Kemayoran


Sudah 13 tahun saya meninggalkan kota kelahiran, Surabaya. Empat tahun di Jogjakarta, dan sekarang jalan sembilan tahun di Jakarta (lumayan suwe yo rek, he he).

Kata orang Padang, saya merantau. Kata orang Islam, saya hijrah. Kata Soni Jos, saya "minggat". Ada juga yang melabeli inyong sebagai "Bang Toyib".

Ya, demikianlah jalan hidup saya. Yang menarik, sejak keluar dari kampung halaman, saya tak pernah ganti KTP. Saya tetap bertahan dan bangga jadi warga Kota Pahlawan.

Julukan "Arek-arek Suroboyo" terlalu mahal jika dilepas begitu saya. Walhasil, saya pun berjuang keras melindunginya semaksimal mungkin (sak pol kemampuan).

Ada banyak alasan mengapa saya ogah berganti "kewarganegaraan". Berikut di antaranya:

KELUARGA
Hanya saya sendiri yang "melarikan diri" dari Surabaya. Keluarga besar saya rata-rata mimilih tetap di Kota Pahlawan. Ayah, Ibu, Adik, Pakde, Bukde, Bulik, Paklik, semua setia dengan Lontong Balap. Jadi, saya merasa lebih baik KTP saya Surabaya.

SAHABAT
Sama dengan kerabat, nyaris semua sahabat terdekat saya tinggal di Surabaya. Mereka enggan jauh-jauh ke Ibu Kota, apalagi hanya demi mendulang rupiah. So, saya pun merasa jadi bagian hidup mereka (mugo-mugo rumongso, he he).

KENANGAN
Lahir, sekolah, hingga lulus kuliah bukanlah waktu yang singkat. Berjuta cerita terlanjur merasuk di otak saya. Sebagian besar memori itu sampai sekarang masih lalu-lalang di pikiran saya. Dari sini, saya berusaha mempertahankan egoisme kedaerahan.

BONEK
Satu-satunya olahraga yang saya gemari hanyalah sepak bola. Ini artinya, saya wajib berkiblat pada Buto Ijo, eh salah, Bajul Ijo. Label Bondo Nekat (Bonek) terpatri mantap di dalam dada. Saya takut, ganti KTP akan melunturkan kecintaan pada Persebaya (he he, lebaynya kumat).

Dan waktu pun terus berlalu. Tak terasa sudah tahun ke-13 saya meninggalkan Semampir, Sukolilo. Saya kini berproses mendapatkan KTP Ibu Kota Indonesia. Sungguh keadaan telah memaksa saya menjadi warga "Lu-Gue".

Ada beberapa alasan mengapa akhirnya saya harus "bangga" jadi keluarga besar Si Doel. Berikut di antaranya:

ILMU
Tak ada kota di Tanah Air yang lebih sangar dibanding Jakarta. Macetnya, banjirnya, cueknya, demonya, polusinya, karut-marutnya, kriminalitasnya, semua berada di level 8 plus. Kondisi ini cocok sekali bagi siapa saja, tak terkecuali saya, untuk terus menambah dan mengasah beragam ilmu, terutama kesabaran.

FASILITAS
Namanya juga wajah Indonesia, tentu saja semua fasilitas ada di Jakarta. Dengan kata lain, apa yang ada di Jakarta belum tentu ada di kota lain. Salah duanya, Gelora Bung Karno (GBK) dan Monas adanya hanya di Jakarta, he he he.

SAHABAT
Alhamdulillah, delapan tahun di Jakarta, saya menemukan banyak sahabat baru. Merekalah yang mengisi ruang kosong di hati tatkala kerinduan akan Surabaya mendadak bersemi.

MAISYAH
Yup, sekitar 70-80% uang di Tanah Air berputar di Jakarta. Alhasil, dengan izin Allah, memang lebih mudah mencari maisyah di Jakarta ketimbang kota lain, termasuk Surabaya.

BOLA
Ini yang tak kalah penting. Di saat banyak lapangan bola di Surabaya berubah fungsi, di Jakarta, lapangan bola alhamdulillah masih berserakan di mana-mana. Tim-tim amatir juga tumbuh subur di Jakarta ketimbang Surabaya.

Ya, demikianlah secuil dinamika kehidupan inyong sebagai perantau. Maksud hati ingin kembali ke Surabaya, eh, sekarang malah jadi warga Ibu Kota. Beruntung ada firman Allah SWT di Surat Annisa' ayat 100 yang berbunyi:

"Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju) sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Kesimpulannya: hijrah (merantau) adalah sesuatu yang baik jika diniatkan untuk mencari ridho Allah (dalam keadaan tertentu hijrah hukumnya wajib). Tidak perlu galau, apalagi khawatir, karena Allah senantiasa menemani (insyaAllah)

Nah, bagi Anda (terutama anak-anak muda) yang ingin merantau, go ahead aja. InsyaAllah Anda akan diberkahi selama niatnya fokus meraih kebaikan dunia-akhirat.

Sementara bagi yang pernah mengalami dilema "kewarganegaraan" seperti saya, semoga coretan ini bisa memotivasi Anda mengurus KTP (gak nyambung ya, 🙊qiqiqi..)

Salam perantauan

0 Response to "Bajul Ijo Berevolusi Jadi Macan Kemayoran"

Post a Comment