Menulis

Menulis

Belajar Bisnis dari Bos ATK



Senang sekali punya banyak sahabat yang peduli pendidikan. Salah satu sahabat itu adalah Reza Pahlevi Saleh.

Usianya masih tergolong muda, 37 tahun. Saya biasa menyapanya Pak Reza. Pria kelahiran 21 September 1977 inilah yang kali pertama memperkenalkan saya dengan Pendiri sekaligus Direktur Sekolah Alfalah, Ciracas, Jaktim, drg. Wismiarti Tamin (Bu Wismi).

Pak Reza adalah ayah dari Abi, salah satu murid di Sekolah Alfalah. Abi kini duduk di bangku kelas 6 SD. Bocah berwajah imut itu masuk Sekolah Alfalah saat masih kelas 2 SD.

"Ya, meskipun jauh dari rumah, tapi saya senang bisa mengantar Abi ke Sekolah Alfalah. Apalagi, di sekolah ini, sebagai orangtua saya bisa belajar bagaimana cara mendidik anak yang baik dan benar," kata Pak Reza.

Sejauh ini, Pak Reza sudah mengikuti Pelatihan Pendidikan Orang Tua (PPOT) level 1-3. Rencananya, beliau akan ikut sampai 6. Jarang-jarang lho ada pebisnis cowok yang mau belajar di PPOT. Kebanyakan peserta adalah guru, orangtua (ibu), dan praktisi pendidikan macam kepala sekolah dan pemilik yayasan.

"Sebenarnya ingin sekali lanjut sampai PPOT 6. Tapi, karena kesibukan, saya tidak bisa melakukannya sekarang," ungkapnya usai mengikuti PPOT 3.

Sebagai orangtua dan pebisnis, Pak Reza mengaku sangat terbantu dengan PPOT. Banyak ilmu dari Bu Wismi yang bermanfaat. Tidak hanya urusan mendidik anak, tapi juga memahami akar masalah pendidikan di Indonesia.

"Alhamdulillah setiap tahun saya berusaha rutin ikut seminar dan pelatihan. Tapi, dari semua pelatihan dan seminar yang pernah saya ikuti, PPOT benar-benar beda. Ternyata ilmu Bu Wismi bisa diterapkan untuk dunia bisnis," papar Pak Reza.

Salah satu hal yang paling membuat penasaran Pak Reza adalah mengapa banyak lulusan sekolah dan perguruan tinggi belum siap kerja. Banyak dari mereka yang bagus di IQ, namun lemah di mental dan sikap.

"Saya sudah mewawancarai banyak lulusan sekolah dan perguruan tinggi. Beberapa dari mereka juga sempat saya terima kerja di perusahaan saya. Tapi, banyak dari mereka yang tidak siap berkarya. Sebagian dari mereka malas, tidak suka belajar, banyak mengeluh, dan inginnya yang instan-instan," ujar Pak Reza, pemilik tiga gerai toko ATK dan buku di Jakarta.

"Saya selalu bertanya mengapa ini bisa terjadi. Padahal lowongan kerja banyak sekali. Tapi, yang siap kerja tidak banyak," imbuhnya.

Pak Reza bersyukur di PPOT 1-3, dia menemukan jawaban atas sebagian kecil persoalan ketenagakerjaan di Indonesia.

Salah satu penyebab kurang bermutunya pendidikan di Indonesia adalah murid tidak adaptable. Padahal, salah satu fungsi pendidikan, menurut Jean Piaget, adalah membuat orang mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

"Kalau pendidikan hanya fokus di drilling, latihan, PR, dan hapalan semata, murid akan kesulitan memahami maksud, fungsi, dan tujuan apa yang mereka pelajari di sekolah. Ujung-ujungnya, ilmu yang didapat kurang bisa diaplikasikan di kehidupan nyata," jelas Bu Wismi ketika ditanya Pak Reza mengapa banyak lulusan di Indonesia yang lamban beradaptasi di dunia kerja.

"Banyak pola didik orangtua, guru, dan lingkungan yang membuat anak kurang mampu menghubungkan apa yang sudah mereka pelajari di sekolah dengan tantangan hidup yang dihadapi. Contoh ekstrim ada profesor matematika tapi justru terlilit utang. Padahal, dia kan jago berhitung," imbuh Bu Wismi.

Merujuk pada 7 Essential Life Skills, Bu Wismi menyebut salah satu kecerdasan yang harus dimiliki setiap anak adalah Taking Challenge (siap menerima tantangan). Skill ini bisa dibangun di diri anak sejak usia dini melalui bermain.

"Saat bermain, orangtua atau guru memberi pijakan agar mereka tidak cepat puas dengan apa yang sudah dilakukan. Anak juga didampingi agar mau menerima tantangan yang lebih sulit. Itulah mengapa dibutuhkan banyak alat bermain agar kreatifitas dan semangat anak terus terbina," ujar Bu Wismi.

Salah satu permainan yang bagus untuk merangsang kemampuan berpikir, konsentrasi, kesabaran, dan keberanian anak adalah puzzle. Dari mulai yang paling sederhana hingga yang paling rumit.

"Biarkan anak mengeksplorasi kemampuannya dengan senang hati. Beri pijakan pada anak agar mereka bisa fokus untuk menyelesaikannya," jelas Bu Wismi.

Bu Wismi mewanti-wanti agar tidak mengucapkan, "Hebat Kamu", "Kamu Luar Biasa", "Memang Kamu Anak Pinter", jika anak mampu menyelesaikan permainan (puzzle) dengan baik.

Ucapan-ucapan itu, menurut Bu Wismi, justru bisa merusak pemahaman anak tentang hebat, luar biasa, dan pinter. Ucapan seperti itu juga berpotensi membuat anak cepat puas karena merasa sudah pinter, luar biasa, atau hebat.

"Katakan saja, 'Alhamdulillah, kamu sudah bisa mengerjakannya. InsyaAllah itu baik untuk hidupmu. Selamat ya. Semoga kamu bisa menyelesaikan puzzle lain yang lebih banyak'," tutur Bu Wismi sembari menjelaskan ucapan Alhamdulillah adalah yang terbaik untuk perkembangan anak.

Hmmm, detail sekali ya ilmu Bu Wismi dalam mendidik anak. Saya, Pak Reza, dan peserta PPOT lainnya hanya bisa menarik napas dalam-dalam setiap kali Bu Wismi menjelaskan apa dan bagaimana pendidikan yang baik dan benar untuk anak.

Usai mengikuti PPOT 1-3, Pak Reza berharap kelak bisa ikut berpartisipasi dalam membangun pendidikan di Indonesia. Salah satu mimpinya adalah memberi pelatihan gratis kepada murid-murid SMA yang suka tawuran agar mampu mengubah jalan hidup.

"Semoga suatu saat saya bisa mengumpulkan anak-anak SMA untuk membuang energinya pada hal-hal yang positif, bukan dengan tawuran atau justru bermalas-malasan," ujar Pak Reza yang mengaku berkali-kali harus jatuh bangun dalam merintis bisnisnya.

Pada 2002, toko jeans di Tanah Abang miliknya terbakar habis. Dari sini, beliau mencoba menjalankan usaha distribusi buku di Pasar Senen. Namun pada 2004 dan 2005 terjadi kebakaran hingga usahanya terpuruk.

Meski ditimpa berbagai cobaan dan rintangan, Pak Reza tidak menyerah. Kegagalan demi kegagalan justru membuatnya bangkit. Pada 2007, bersama istri tercinta, Nunu Iskandar, beliau merintis bisnis toko ATK dan buku di beberapa wilayah di Jakarta.

"Alhamdulillah usaha kami terus berkembang. Saya berharap konsep bisnis saya bisa seperti Indomart atau Alfamart. Saya ingin ATK dan buku dekat dengan masyarakat," tuturnya.

Oh ya, selain mempertemukan saya dengan Bu Wismi, Pak Reza selalu memberi tumpangan mobil ke Sekolah Alfalah saat saya ikut PPOT 2 dan 3.

Terima kasih, jazakallahu khoiro Pak Reza sudah begitu baik kepada saya. Semoga semua cita-cita muliamu dikabulkan Sang Pemilik Kehidupan. Aamiiin.

Bagi Anda yang ingin ikut PPOT di Sekolah Alfalah, silakan hubungi Mas Nanang Rachmanto. Beliau adalah salah satu alumni Sekolah Alfalah yang kini mengabdi untuk dunia pendidikan.

Semoga Anda dan saya bisa menjadi orangtua dan guru terbaik bagi anak-anak. Aamiiin.

0 Response to "Belajar Bisnis dari Bos ATK"

Post a Comment