Coba bayangkan kalau putra-putri atau keponakan kita yang masih TK mengucapkan hal itu. Wuih, pasti mak tratap ya. Anak kecil kok ngomongnya kayak gitu, bagaimana kalau ABG? Hiiii... sereemmm.
Yup, kita sepakat, anak TK belum pantas mengucapkan kata-kata genit seperti judul di atas. Jangankan anak-anak, orang dewasa saja banyak yang klepek-klepek kalau berurusan dengan cinta. Buktinya, lagu, sinetron, dan film Indonesia mayoritas bertemakan pacaran, selingkuh, dan sejenisnya, he he.
Dari segi usia kronologis (sesuai tanggal lahir), organ reproduksi anak TK belum cocok melakukan aktivitas seksual. Kalau dipaksa, akan memicu kerusakan jangka pendek dan jangka panjang.
Dari sisi usia biologis (tahap perkembangan/kemampuan), anak TK belum mampu memikul tanggung jawab pasca-berhubungan badan.
Demikian halnya ketika kita bicara Islam. Dibutuhkan kedewasaan ilmu untuk memahami syariat-Nya, apalagi hal-hal "sensitif" seperti hukum had, imamah (keamiran), bagi waris (faroid), dan poligami.
Bagaimana mungkin memahami hukum had kalau baca Alquran saja jarang, bahkan tidak pernah (karena tidak bisa)?
Bagaimana mungkin memahami faroid kalau masjid hanya jadi pajangan dinding (kalender)?
Bagaimana mungkin memahami poligami kalau sholat saja jarang, bahkan tidak pernah?
Islam sangat melarang umatnya bicara dan berbuat tanpa dasar ilmu. Terlebih, jika hal itu berkaitan dengan risalah Allah-Rosul. Coba simak firman Sang Kholiq di Surat Al-Israa ayat 36 berikut:
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak punya pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban."
Senapas dengan firman Allah ini, Baginda Nabi Muhammad SAW memperkuat dengan sabdanya yang tercatat di hadist Ibnu Majah No.224 dengan sanad shohih.
"Mencari ilmu wajib hukumnya bagi setiap orang Islam."
Jelas sekali Islam mewajibkan pengikutnya untuk pandai (berilmu). Tidak boleh anut grubyuk, ikut-ikutan, asal bunyi atau berbuat tanpa landasan yang kuat. Kalau di dunia skripsi, thesis, atau desertasi, harus ada daftar pustaka yang lengkap dan valid. Kebayang kan tingginya standar ilmu Islam?
Jadi, hati-hati kalau bicara, menulis, atau berkomentar tentang Islam. Pastikan apa yang kita katakan, tulis, dan tayangkan benar-benar ada dasar dalilnya (tinjauan pustaka), bukan qila wa qola, jare-jare, katanya, konon, apalagi ego pribadi.
Tanpa dasar keilmuan yang valid, kita bisa seperti anak TK yang minta izin ibunya untuk bercinta dengan temannya di kelas. Naif sekali bukan?
Salam pandai. Salam damai. Salam belajar.
0 Response to "'Ma, Aku Mau Bercinta Sama Teman di Kelas'"
Post a Comment