Menulis

Menulis

Poligami, Asma Nadia, dan Sebuah Buku


Siapa yang sudah nonton "Surga yang Tak Dirindukan?"
Alhamdulillah saya belum, he he he. Maklum, sejak dulu, saya kurang suka film Indonesia, kecuali "Habibie & Ainun". Kenapa? Banyak sekali alasannya. Tapi, kali ini saya tidak akan membahas kualitas film Indonesia, melainkan fenomena Asma Nadia, poligami, dan sebuah buku karya teman saya.
Belum lama ini, saya membaca tulisan seorang pria bernama Haddad Assyarkhan. Saya sama sekali tidak kenal dengan beliau. Tapi, tulisannya saya nilai cukup greng.
Tidak tanggung-tanggung, Mas Haddad mengkritisi Asma Nadia yang beliau anggap salah penafsiran soal ajaran poligami. Mas Haddad bahkan menyebut Asma Nadia salah besar dalam menafsirkan cinta.
Mas Haddad mempersoalkan tweet Asma Nadia yang berbunyi: "Jika cinta membuat seorang perempuan setia pada satu laki-laki, kenapa cinta tidak bisa membuat lelaki bertahan dengan satu perempuan?".
Menurut Mas Haddad, tweet itu secara tidak langsung bertentangan dengan firman Allah tentang bolehnya poligami. Untuk menguatkan argumen, Mas Haddad menyebut sejumlah ulama yang sukses berpoligami.
Tak pelak, tulisan Mas Haddad mendapat sambutan hangat dari netizen. Sebagian pihak setuju, bahkan men-share tulisan itu, namun sebagian lainnya justru mengolok-olok.
Saya tidak akan membela Mas Haddad atau Mbak Asma Nadia. Saya yakin Anda punya perspektif sendiri tentang poligami. Yang pasti, perspektif Anda dan saya sangat bergantung pada ilmu dan pengalaman hidup masing-masing.
Jangankan poligami, perkawinan sesama jenis yang haram saja banyak sekali pendukungnya. Terbukti, otoritas Amerika Serikat melegalkan hubungan badan laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan.
Pada kesempatan ini, saya hanya ingin berbagi cerita kalau ramadhan kemarin saya diberi sebuah buku oleh Ustadz Iman Nugroho. Buku itu berjudul "Poligami Dalam Islam".
Wow, membaca judulnya saja orang bisa semriwing. Maklum, poligami adalah salah satu hal "sensitif", terlebih di zaman sosial media di mana siapa saja bisa ngomong.
Buku ini untuk sementara tidak dijual bebas. Hanya dibagikan kepada kalangan tertentu sebagai bahan kajian dan renungan. Rencananya, setelah mendapat banyak input, buku ini akan dilepas ke pasaran.
Buku setebal 81 halaman itu memuat informasi seputar poligami dari A sampai Z. Mulai dari hukum asalnya, dalil-dalilnya hingga realita di kalangan kaum muslimin.
Tidak main-main, Ustadz Iman Nugroho melakukan riset selama tiga tahun sebelum menuangkannya ke dalam buku. Riset itu meliputi tinjauan pustaka, pengalaman pribadi, dan pengamatan di lapangan.
"Saya coba ulas poligami secara ilmiah agar bisa dipahami secara fair oleh kaum muslimin. InsyaAllah, setelah membaca buku ini, orang akan berpikir seribu kali sebelum memutuskan untuk berpoligami," kata Ustadz Iman Nugroho saat memberikan bukunya.
Yang menarik, buku ini disajikan secara to the point alias tidak bertele-tele. Susunan kalimatnya pun mudah dipahami sehingga laik dibaca siapa saja, terutama kaum hawa.
Banyak kaidah penting yang harus dipahami agar poligami tidak disalahartikan. Salah satu hal yang dikupas buku ini adalah kata "adil" di Surat Annisa ayat 129. Ustadz Iman Nugroho membedah kata "adil" dari kacamata Alquran, Alhadist, dan sejumlah fatwa ulama.
Hal lain yang diangkat adalah syarat dan adab poligami. Di antara syarat tersebut adalah berlaku adil, kemampuan memberi nafkah lahir bathin, kemampuan menjaga kehormatan istri, dan kemampuan mengayomi serta mendidik keluarga.
Ketua MUI Jakarta Pusat KH Yusuf Aman mendapat kehormatan khusus menulis sambutan di buku ini. Beliau menyebut buku Ustadz Iman Nugroho laik dijadikan rujukan dalam memahami poligami.
Tertarik membaca buku ini? Datang saja ke rumah saya. Anda juga bisa menghubungi Ustadz Iman Nugroho di nomor 0813-1709-1057.
Bagi Anda yang ingin berkomentar, mohon tidak terjebak dalam debat kusir, debat sopir, debat pilot, debat nahkoda, atau debat masinis, he he. Selain menghabiskan waktu, hati kita bisa panas dingin tak karuan.
Be smart. Be wise. Be nice

0 Response to "Poligami, Asma Nadia, dan Sebuah Buku"

Post a Comment