Belum lama ini saya bertamu ke rumah seorang teman. Dia baru saja mengalami musibah besar. Anak pertamanya meninggal dunia dalam kandungan. Usianya baru tujuh bulan, atau dua bulan sebelum menyapa bumi.
(inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. semoga Allah memberi ganti dengan yang lebih baik)
Menurut dokter, janin tersebut sangat aktif sehingga tali pusatnya terlilit. Alhasil, asupan makanan ke tubuh janin gagal dialirkan.
Yang lebih memprihatinkan, calon bayi adalah hasil ikhtiyar dan doa selama beberapa tahun dengan menghabiskan dana puluhan juta rupiah.
Pertanyaannya, mengapa janin itu harus meninggal dunia? Padahal dari segi ekonomi, sosial, pendidikan, dan nasab, kedua orangtua janin berasal dari golongan menengah atas.
Jika kita sejenak "menggugat", mengapa banyak anak jalanan yang lahir sehat? Padahal, secara ekonomi, sosial, pendidikan, dan nasab mereka berada di tataran paling bawah (grass root).
Secara logika, janin yang ada di dalam rahim anak jalanan lebih rentan meninggal dunia. Apalagi, jika orangtuanya adalah perokok, peminum, dan pemakai narkoba aktif.
Membandingkan fenomena musibah teman saya dan kehidupan anak jalanan, hanya satu kata yang muncul: TAKDIR (baca, Kuasa Allah).
Ya, ada triliunan faktor di jagat raya yang hingga saat ini manusia belum mampu mengintervensinya. Banyak sekali misteri kehidupan di alam semesta yang manusia benar-benar tak berdaya.
Jangankan membuat manusia dari campuran sperma dan sel telur, 24 jam nonstop menjaga triliunan benda angkasa agar tidak bertabrakan saja Dia mampu.
Tidak berlebihan jika Allah sering mengklaim dalam Kitab Suci bahwa Dia benar-benar berkuasa atas segala sesuatu.
(ْ أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِير)
Meski jauh dari sempurna, manusia diberi indera (sense) oleh Allah untuk merasakan keberadaan-Nya. Inilah yang disebut dengan Spiritual Intelligence (kecerdasan spiritual).
Sama seperti kecerdasan yang lain, spiritual intellegence setiap orang berbeda-beda. Ada yang kuat, sedang, dan lemah, tergantung bagaimana masing-masing orang mengasahnya.
Musibah besar bagi mereka yang karena kesibukan atau alasan apapun membiarkan spiritual intelligence di otaknya lusuh, layu, dan tak berkembang (naudzubillahi min dzalik).
Sebaliknya, anugerah besar bagi siapa saja yang begitu peka merasakan kehadiran, keadilan, dan kekuasaan Sang Pencipta. Dengan demikian, setiap langkah kehidupan selalu diawali, diakhiri, dan dikembalikan hanya kepada-Nya.
Semoga kita termasuk hamba-hamba yang berserah diri. Aamiiin.
0 Response to "Memahami Triliunan Faktor Kehidupan"
Post a Comment