Mengapa Islam (Masih Saja) Terpuruk?
"Kita harus bersyukur hidup sekali ditakdirkan jadi orang Islam. Dengan syahadat, sholat, puasa, zakat, umroh, dan haji, kita akan masuk surga."
----------
Saya yakin, orang Islam sering mendengar ceramah ini. Atau setidaknya mirip dengan tausiyah di atas. INTINYA: Orang Islam adalah satu-satunya calon penghuni surga yang indah. Umat lain wajib masuk neraka selama-lamanya.
Pertanyaan saya:
"Kalau kita umat yang pantas masuk surga, lalu kenapa ucapan kita, perbuatan kita, hati kita, hari-hari kita tidak mengindikasikan sebagai calon ahli surga?"
Mau bukti?
Berapa banyak kaum muslimin yang hidupnya berselimut suap, korupsi, sogok, gratifikasi, dan sejenisnya?
Berapa banyak kaum muslimin yang terkoneksi miras, rokok, narkoba, pembalakan liar, riba, judi, bahkan prostitusi?
Berapa banyak kaum muslimin yang bermalas-malasan, enggan belajar, dan antipati?
Berapa banyak kaum muslimin yang membuang sampah sembarangan dan merusak lingkungan?
Paling miris, berapa banyak kaum muslim yang saling hina, saling ejek, saling usir, saling menyalahkan, saling hujat, saling dendam, bahkan saling membunuh?
Sahabat saya, Ibu Fauziah, pernah "ditampar" oleh seorang profesor Jepang ketika menjadi pembicara di sebuah seminar di Negeri Matahari Terbit.
Saat itu, wanita yang akrab disapa Bu Zi Zi ini berbicara tentang Islam di Indonesia. Bu Zi Zi mengulas apa itu Islam, bagaimana Islam, dan keadaan kaum muslimin di Indonesia.
Saat sesi tanya jawab, seorang profesor bernama Takeshi Kohno melontarkan sebuah pertanyaan mengerikan.
"Apakah di Indonesia, sejak TK hingga perguruan tinggi, murid diajari pendidikan moral? Apakah di Indonesia, sejak TK hingga perguruan tinggi, murid diajari agama Islam?"
Dengan tenang Bu Zi Zi menjawab, "Iya. Di negara kami, dari TK hingga perguruan tinggi, murid diberi pendidikan moral dan agama Islam. Kami punya Pancasila dan Alquran."
Mendengar itu, sang profesor berujar mantap," Lalu mengapa Indonesia selalu masuk dalam daftar negara terkorup di Asia? Kami tidak belajar Islam, tapi kami tidak suka mencuri dan mengambil hak orang lain."
"GUBRAK", pertanyaan sang profesor langsung membuat dada Bu Zi Zi kembang kempis. Lidah Bu Zi Zi nyaris tak bisa digerakkan.
Akhirnya Bu Zi Zi memberikan jawaban diplomatis bahwa tidak semua kaum muslimin terlibat korupsi. Meski faktanya, banyak pelaku korupsi di Indonesia KTP-nya Islam.
*****
Mengapa Islam tidak bisa menjawab persoalan bangsa Indonesia? Padahal, saat Islam datang pertama kali di jazirah Arab, semua kebusukan, kebatilan, dan kebodohan sirna berganti ketertiban, kemuliaan, dan kesejahteraan.
Saat itu, Islam terbukti mampu mengubah peradaban jahiliyah yang gelap gulita menuju dunia yang terang benderang penuh cahaya.
Kaum muslimin, dipimpin Baginda Nabi Muhammad SAW sukses menjadi rahmatan lil alamin (kebaikan bagi seluruh alam).
Lalu, mengapa banyak umat Islam sekarang justru tenggelam dalam keterpurukan? Sementara banyak negara non-muslim bisa hidup lebih tertib, bersih, nyaman, dan produktif.
Tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Tapi setidaknya, ada satu celah yang mungkin bisa kita cermati.
Menurut saya (semoga Allah melindungi otak saya dari bisikan setan), ibadah kaum muslimin banyak yang berhenti di gerak ritual.
Misal SHOLAT. Tidak sedikit yang berkesimpulan kalau sudah sholat, berarti dapat jatah surga. Padahal, sholat adalah ritual agung yang memiliki efek dahsyat. Coba cermati surat Al-Ankabut ayat 45:
"Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar."
Contoh lain, HAJI. Meski berupa gerak ritual di tengah padang pasir, tapi punya andil besar untuk masyarakat umum. Coba cermati hadist dengan derajat hasan ini:
"Di antara tanda haji mabrur adalah suka bersedekah memberi makan dan memiliki tutur kata yang baik.” (HR Hakim).
Ada lagi ZAKAT. Sangat jelas zakat berimbas langsung pada masyarakat luas. Coba perhatikan surat At-Taubah ayat 60:
"Sesungguhnya shadaqah-shadaqah itu untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus zakat, para mu'allaf, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk keperluan agama Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Yang tak kalah penting, PUASA. Banyak yang beranggapan bahwa setelah puasa Ramadhan orang berhak masuk surga. Coba cermati surat Albaqoroh ayat 183:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa".
Sangat jelas bahwa puasa Ramadhan adalah sarana agung untuk menggapai derajat TAQWA.
Apa arti taqwa? Yaitu patuh pada semua aturan Allah-Rosul.
Apa saja aturan Allah-Rosul? Semua sudah tertuang di Alquran dan Sunnah. Yang pasti, tidak ada satu pun aturan Allah yang merugikan manusia dan alam.
Kalau dapat lapar dan haus, tapi tidak meraih taqwa, berarti fungsi puasa gagal target. Coba perhatikan sabda Baginda Nabi Muhammad SAW di Hadist Ibnu Majah berikut ini.
"Berapa banyak orang yang bangun (beribadah pada malam hari) hanya begadang saja dan berapa banyak orang berpuasa, tapi hanya dapat lapar dan dahaga."
*****
Jika kita perhatikan dalil-dalil IBADAH di atas, ada kesamaan yang sangat signifikan. Semuanya menyebut gerak ritual selalu berdampak sosial (baca: alam).
Dengan kata lain, Allah ingin calon penghuni surga adalah makhluk yang tidak hanya terampil ritual, tapi juga canggih berinteraksi sosial (rahmatan lil alamin).
Saking bertabur rahmatnya, Nabi Muhammad SAW bahkan menyebut SENYUM TULUS adalah bagian dari sedekah (baca: kebaikan).
Bayangkan, senyum saja begitu berarti bagi ajaran yang dibawa Baginda Nabi. Lalu bagaimana dengan hal-hal lain yang lebih kentara seperti saling menghargai, saling berbagi, saling menghormati, saling menjaga, dan saling menolong?
Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW ingin umat Islam benar-benar bermanfaat untuk seluruh alam, bukan malah menyia-nyiakan dan merusaknya.
Apakah membuang sampah sembarangan bermanfaat untuk alam?
Apakah suap, korupsi, premanisme, sogok, memperkosa, mencuri, prostitusi, gratifikasi, pembalakan liar, miras, merokok, dan narkoba bermanfaat untuk alam?
Apakah bermalas-malasan, berdiam diri, dan status quo, bermanfaat untuk alam?
Apakah tampil seksi di muka umum bermanfaat untuk alam?
Apakah makan-minum berlebihan dan tidak berolahraga bermanfaat untuk alam?
Apakah memubadzirkan waktu, tenaga, dan materi bermanfaat untuk alam?
Apakah sombong, riya, iri, dengki, angkuh, dan kikir bermanfaat untuk alam?
Apakah selingkuh dan berzina bermanfaat untuk alam?
Apakah saling hina, saling ejek, saling maki, saling merendahkan, saling dendam, saling hujat, saling tikam, dan saling bunuh, bermanfaat untuk alam?
Selama kaum muslimin gagal menghubungkan Kita Suci dan ritual keagamaan dengan kehidupan alam, saya khawatir, selama itu pula Islam akan terus terpuruk.
Selama kaum muslimin "berpuas diri" pada ibadah ritual, saya khawatir, salah satu misi utama Islam sebagai rahmatan lil alamin (bahagia dunia-akhirat) akan sulit terwujud.
Sebaliknya, kalau semua kaum muslimin tampil sebagai rahmatan lil alamin (bermanfaat untuk alam), saya yakin seyakin-yakinnya, umat Muhammad SAW akan masuk surga selamat dari neraka.
Betapa indah, mulia, dan sempurna agama Islam. Mengajak setiap pemeluknya dekat dengan Sang Pencipta dan bermanfaat untuk semua makhluk-Nya.
“Kami tidak mengutus engkau Wahai Muhammad melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta.” (QS. Al Anbiya: 107)
Wallahu a'lam
*****
Ya Allah, Ya Rob, Ya Ghoffar, ampuni aku jika apa yang ku tulis menyelisihi Kalam Agung-Mu.
Jika saya ada kesalahan, mohon pembaca sudi mengoreksi kebodohan saya. Sungguh saya hanyalah penulis muslim yang miskin ilmu. Terima kasih, jaza kumullahu khoiro.
Semoga Allah membalas setiap kebaikan yang kita lakukan, dan mengampuni setiap kebodohan yang kita jalani.
Aamiiin YRA.
0 Response to "Mengapa Islam (Masih Saja) Terpuruk?"
Post a Comment