Menulis

Menulis

Rahasia Agar Bisa Tersenyum Tiap Hari



Jangan meremehkan kekuatan senyuman. Bagi yang melihatnya, itu adalah keindahan yang menyejukkan hati.

Bagi Anda yang tersenyum, itu adalah tanda damainya hati dan sumber pahala karena dihitung sedekah. (HR Tirmidzi No. 1956).

Namun, tidak mudah untuk tersenyum. Apalagi ketika hati dilanda prahara. Yang ada hanya emosi, galau, atau bahkan marah-marah.

Buat Anda yang ingin bisa tetap tersenyum meski dalam keadaan berat, coba simak ilustrasi ala Cak Gem berikut ini :)

Suatu sore ketika Anda belanja di sebuah mall besar mendadak seorang lelaki tua mendekati Anda. Dia menyapa Anda dengan sangat sopan.

"Selamat sore. Boleh saya bicara sebentar?" sapanya.

"Iya Pak. Silakan. Ada apa ya," jawab Anda.

"Entah mengapa ketika melihat Anda, saya langsung teringat anak tunggal saya yang meninggal karena kecelakaan," tuturnya.

"Oh ya? Terima kasih Pak. Maaf, saya juga turut berduka cita atas kepergian anak Bapak. Semoga dia damai disisiNya," jawab Anda.

Sejurus kemudian, dia memegang tangan Anda, lalu berkata lembut, "Nak, saya berikan mall ini untuk kamu. Semua yang ada di dalamnya adalah milikmu sekarang. Saya sudah tua. Saya mohon kamu kelola dengan baik. Jangan lupa sebagian hasilnya kamu sedekahkan untuk fakir miskin."

Mendengar itu, mata Anda terbelalak dan hati pun berdegup kencang. Terlebih, surat menyurat dokumen kepemilikan mall elite itu besok pagi sudah mulai diurus.

Singkat cerita, mall senilai 500 miliar tersebut akhirnya menjadi milik Anda. Nama Anda pun terpampang di banyak media massa. Anda mendapat julukan sebagai orang kaya baru.

Suatu siang, ketika Anda berjalan-jalan di mall untuk inspeksi, Anda terkejut bukan kepalang. Ternyata salah satu keramik yang ada di pojok ruangan dekat toilet mengelupas. Bisa jadi saat dipasang semennya kurang.

Tanpa pikir panjang, Anda pun langsung emosi dan menelpon bapak tua, mantan pemilik mall.

Dengan kata-kata kasar penuh kecewa Anda berujar, "Bapak ini bagaimana sih. Masak saya dikasih mall yang keramiknya ada yang lepas. Harusnya kan semua dalam keadaan sempurna."

Bapak tua yang mulai sakit-sakitan itupun sedih bukan kepalang. Dia merasa salah telah memilih Anda menjadi pewaris mall tersebut. Namun, apa lacur. Mall itu sudah berpindah tangan.

***

Saya yakin Anda pasti menyebut saya sebagai penulis lebay. Penulis yang logikanya tidak dipakai. IQnya jongkok. Wawasannya sempit.

Karena, di kehidupan nyata, tidak mungkin Anda akan tega mengumpat mantan pemilik mall hanya karena satu keramik di sudut ruangan dekat toilet terlepas.

Kalau dihitung-hitung, berapa sih harga keramik yang lepas dibanding total nilai mall yang mencapai 500 miliar. Benar-benar tidak sebanding. Bahkan, sama sekali tidak laik untuk dipersoalkan.

Nah, sekarang coba Anda perhatikan. Berapa nilai hidup Anda. Mata Anda. Mulut Anda. Tangan Anda. Kaki Anda. Jantung Anda. Paru-paru Anda. Jari jemari Anda. Sistem pencernaan Anda. Rambut Anda. Penciuman Anda. Sistem reproduksi Anda. Otak Anda, dan yang pasti nyawa Anda.

Semua kenikmatan itu diberikan kepada kita sejak lahir. Bahkan, Dia sangat sabar meski kita berkali-kali menyakitiNya dan menyakiti makhluk-makhluk ciptaanNya.

Bagaimana mungkin kita berani mengumpat kepada Sang Pencipta hanya karena kita belum punya pasangan.

Hanya karena kita belum punya mobil.

Hanya karena kita belum punya keturunan.

Hanya karena kita sedang ada masalah bisnis.

Hanya karena kita belum bisa jalan-jalan ke luar negeri.

Hanya karena kita belum dapat pekerjaan yang ideal.

Hanya karena kita ditinggal oleh pasangan.

Hanya karena orang lain menyakiti kita (padahal) kita telah menyakiti mereka.

Hanya karena kita..., and so on and so fort.

Yakinlah nikmat dan rahmat Allah yang ada pada diri kita jauh lebih melimpah dan lebih besar daripada semua masalah kita. Bahkan saking banyaknya nikmat, sampai tidak bisa dihitung dengan alat secanggih apapun (QS An-Nahl ayat 18).

***

Kalau mau jujur, kita yang hidup di zaman sekarang jauh lebih enak, lebih mudah, dan lebih murah dibanding zaman-zaman sebelumnya.

Bayangkan jika kita ditakdirkan hidup di zaman kerajaan Majapahit atau Sriwijaya. Untuk menempuh Jakarta-Surabaya saja butuh waktu berbulan-bulan. Itu pun naik kuda. Belum sampai tempat tujuan, badan sudah capek semua.

Tapi sekarang, cukup dengan Rp 400 ribu, kita sudah bisa menjelajah Jakarta-Surabaya hanya dalam waktu sekitar dua jam. (kecuali jika ada delay :)

Bayangkan jika kita ditakdirkan hidup pada zaman penjajahan Jepang atau Belanda, mau kirim surat dari Surabaya ke Jakarta bisa memakan waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu.

Tapi sekarang, cukup dengan email, whatsapp, BBM, YM, Facebook, surat bisa terkirim dalam hitungan detik.

Tidak usah jauh-jauh. Tahun 1990-an sedikit sekali orang yang mampu beli sepeda motor. Apalagi jika yang modelnya sport.

Tapi sekarang, buruh pabrik lulusan SMA saja sudah punya motor sendiri meski baru bekerja tiga bulan.

Masih ingat ketika saya jadi wartawan kali pertama pada tahun 2000. Kala itu sangat sedikit sekali orang yang punya ponsel. Bagi yang nekat beli, harganya benar-benar menguras kantong.

Tapi sekarang, anak SD, tukang becak, tukang bajaj, tukang ojek, tukang sayur, asisten rumah tangga, semua punya ponsel sendiri-sendiri. Bahkan ada yang lebih dari dua HP.

Kalau dulu ponsel cuman bisa buat SMS dan nelpon doang, sekarang HP bisa buat muacem-muacem. Bahkan gonta-ganti ribuan aplikasi secara gratis tis tis.

Di ranah media massa, dulu orang harus merogoh kocek jika ingin membaca berita di koran atau majalah. Sekarang cukup klik detik.com dan sejenisnya, aneka berita sudah hadir di depan mata. Gratis lagi.

So, alasan apa yang membuat kita tidak bisa bersyukur untuk kemudian berbagi senyuman.

Tersenyum karena kita yakin bahwa kita adalah orang yang paling beruntung di dunia ini.

Orang yang telah dianugerahi nikmat yang jauh lebih besar dibanding mall elite senilai 500 miliar.

Coba mulai latih mindset, hati, pikiran, dan logika suci kita. Ketika ada masalah, segera katakan dalam hati: Ah, itu tak lebih dari "satu keramik mall yang terlepas."

Dari sini, insyaAllah kita akan punya alasan untuk selalu bersyukur kemudian berbagi senyuman.

Cheers :)

0 Response to "Rahasia Agar Bisa Tersenyum Tiap Hari "

Post a Comment