Menulis

Menulis

Tiga Bulan Jualan Es Legen



Life is an adventure. Slogan produk susu Nutrilon ini alhamdulillah sejak kecil sudah merasuk ke dalam pikiran saya. Saya juga tidak tahu siapa yang mengajarkannya. Yang pasti, saya yakin itu adalah naluri pemberian Sang Pencipta.

Meski sebagian besar kita tidak pernah minum susunya, tapi slogan itu saya yakin menarik untuk diikuti. (Apalagi bagi Anda yang pernah minum Nutrilon, tentu lebih berhak dan wajib mengikuti slogan ciamik tersebut ;)

Ya, hidup adalah petualangan. Artinya, bukan hidup biasa-biasa saja. Bukan hidup yang sekadar makan, minum, dan tidur. Lebih dari itu, hidup yang penuh warna, cita-cita, keringat, bahkan darah.

Sama-sama diberi umur--yang tidak tahu kapan bakal berhenti--kenapa kita tidak hiasi hidup dengan pelangi yang berujung hikmah dan pahala?

Lama-lama saya kayak Pak Mario Teguh ya he he. Salam lemper ;)

Okay, setelah edisi pengamen, jurnalis, pasukan kuning, dan bakul sepatu kriditan, sekarang saatnya membahas kehidupan jalanan.

Saat duduk di bangku SMA, saya alhamdulillah mendapat kepercayaan dari seorang teman, namanya Mas Agus. Umurnya jauh di atas saya. Lulusan STM Negeri Pembangunan itu sehari-hari jadi tukang service barang-barang elektronik.

Mas Agus orangnya dermawan dan hobinya mengumbar senyuman. Seumur-umur saya tidak pernah melihat Mas Agus emosi apalagi marah. Benar-benar seorang yang cinta damai alias The Peaceman ;)

"Mam, koen gelem tak jak bisnis ta? (Mam, apa kamu mau saya ajak bisnis?)," kata Mas Agus suatu hari.

"Bisnis apa Mas," jawabku semangat.

"Jualan es legen. Nanti aku yang bagian kulakan. Kamu yang bagian jualan. Hasilnya lumayan lho Mam. Es legen banyak yang suka. Apalagi musim panas seperti sekarang," terang Mas Agus.

"Selain es legen, kita juga jualan ote-ote, menjes, dan tahu isi. Biar makin banyak omzetnya Mam," imbuh Mas Agus.

"Oke Mas. Sekali-sekali saya perlu jadi penjual es pinggir jalan. InsyaAllah manfaat, lancar, barokah," kata saya.

Buat yang belum tahu, es legen adalah minuman tradisional terbuat dari buah siwalan. Warnanya putih dan rasanya asem-asem manis. Aromanya sedikit menyengat, apalagi jika terlalu lama disimpan.

Setelah melakukan berbagai persiapan, seperti membeli gerobak, payung besar, kursi plastik, gelas, bak air cucian, dll, saya dan Mas Agus menggelar grand opening.

Semua teman-teman, kerabat, dan sahabat kita kasih tahu bahwa sudah dibuka lapak es legen di pinggir jalan raya Nginden dekat terminal Bratang.

Alhamdulillah, seperti prediksi Mas Agus, dagangan kami laris manis. Hari pertama launching sudah puluhan orang yang beli. Hari-hari berikutnya terasa lebih mudah.

Setiap pagi saya naik sepeda berangkat ke Nginden untuk mengambil gerobak dan mendorongnya ke pinggir jalan raya Nginden. Saya juga mengambil aneka gorengan dari seorang Ibu yang tinggal tidak jauh dari rumah Mas Agus.

Agar keuntungan maksimal, kami memberlakukan dua shift. Pertama shift pagi jam 08.00-12.00 WIB dan shift siang jam 12.00-16.00 WIB.

Karena masuk sekolah siang, jadinya saya mengambil shift pagi. Sementara shift siang dijalankan oleh sahabat setia saya Mas Suyatno alias Mbah Wali.

Julukan Mbah Wali disematkan kepada Mas Yatno karena pribadinya yang dewasa bahkan cenderung tua ;). Sama seperti Mas Agus, Mas Yatno sangat penyabar. Nyaris tidak pernah emosi, apalagi marah.

Tak ada yang luar biasa ketika kami bertiga mulai menjalankan bisnis es legen plus gorengan.

Badai datang ketika joint venture kami memasuki usia sekitar 2,5 bulan. Bukan karena ada pertikaian di antara kami, melainkan hadirnya sosok sangar bin angker penuh tato. Mirip dengan penjahat di film Si Unyil jaman dulu.

"Hai, Mas. Mulai besok jangan jualan lagi di sini ya. Gara-gara kamu, dagangan adik saya jadi sepi," gertaknya suatu siang.

Pria berbadan gempal itu mengaku sebagai saudara seorang pemuda penjual minuman kemasan tak jauh dari tempat kami jualan.

Memang sih jarak lapak kami tidak lebih dari 100 meter. Tapi, dagangan kami kan beda. Dia jualan minuman produksi pabrik, sedangkan kami jualan minuman tradisional plus gorengan.

"Pokoknya gak ada tapi-tapian. Kalau kamu tetap jualan, kamu akan tahu sendiri akibatnya," kata Pak Preman dengan mata melotot.

Wah gawat juga nih urusannya. Bisa terjadi perang baratayudha, hateem, atau jodha akbar ;).

Karena dalam situasi genting, saya, Mas Agus dan Mas Yatno akhirnya menggelar rapat terbatas khusus stake holder. Kami putuskan tetap berjualan, meski harus terjadi perang terbuka.

"Bismillah. Kita tetap jualan saja. InsyaAllah aman. Apalagi kita kan jualan di pinggir jalan. Kalau ada gegeran InsyaAllah ada yang bantu," demikian keputusan kami.

Esok harinya, saya dan Mas Yatno buka lapak seperti biasa. Alhamdulillah, dalam beberapa hari bisnis kami lancar jaya. Namun, belum genap seminggu, Kutu Kupret itu datang lagi ;)

Kali ini dia datang dengan tampang yang lebih sangar. Kata-katanya pun lebih sadis.
"Awas. Kalau besok masih jualan, tahu sendiri akibatnya. Ini peringatan terakhir," katanya sembari mengepalkan tangan.

Waduh, ancaman serius nih. Malam harinya, kami bertiga kembali menggelar rapat terbatas khusus stake holder. Kali ini, kami memutuskan untuk menyerah.

Mas Agus dan Mas Yatno memilih tetap menjadi The Peaceman. Sementara saya memilih mencari profesi lain ;) Selamat tinggal es legen. Selamat tinggal jalanan. Selamat tinggal Pak Preman :)

"InsyaAllah masih banyak rejeki yang halal dan lebih barokah. Biarkan saja dia jualan di situ. Kita cari rejeki lain saja," kata Mas Agus tersenyum.

Sejak saat itu, saya tidak lagi jualan es legen. Semua properti jualan diamankan oleh Mas Agus. Sampai detik ini, lapak es legen itu tidak pernah lagi menyapa dunia.

Meski demikian, alhamdulillah, kami bertiga tetap sehat wal afiat. Dan tetap mendapat bagian rejeki dari Allah yang Maha Kaya.

Mas Agus tetap menjadi tukang service dan membuka beberapa usaha kecil. Sedangkan Mas Yatno jadi sales makanan ringan di wilayah Sidoarjo.

Lalu bagaimana kabar Pak Preman? Saya sendiri juga tidak tahu. Semoga saja dia tidak lagi jadi preman, tapi jadi ustadz yang menginspirasi preman-preman lain untuk kembali ke jalan yang benar. Amin.

Maaf Pak Preman, tadi saya katai Kutu Kupret. Habis situ galak banget sih. Masak anak kecil jualan es mau dipukulin. Emang gak ada kerjaan lain apa? ;)

Salam bisnis Indonesia.

Ayo kita hidup mandiri, tidak tergantung pada orang lain, termasuk orangtua. Seperti sabda Baginda Muhammad SAW dalam hadist yang diriwayatkan Al Baihaqi tentang Syuabul Iman dari Umar.

"Dan janganlah kalian menjadi beban bagi orang lain."

Yeeee, semangaaaaatttt :)

0 Response to "Tiga Bulan Jualan Es Legen"

Post a Comment