Menulis

Menulis

Catatan Buat yang Suka Ngomong Politik


Ini coretan nggak berkualitas. Nggak dalem, nggak tajam, nggak komprehensif, dan cenderung kampungan. Namun, bagi Anda yang ingin membaca jalan pikiran saya, boleh kok isi kepala saya diintip dikit-dikit, he he he :)

Jadi gini, kalau Anda amati, saya nyaris tidak pernah menulis status tentang politik. Saya juga nyaris tidak pernah menulis komen yang berkaitan dengan politik. Kalau pun pernah, sifatnya hanya joke alias guyonan.

Dalam kehidupan sehari-hari, saya juga nyaris tidak pernah ngobrol ngalur-ngidul seputar politik. Kecuali terpaksa ketika terlanjur nongkrong, eh teman kanan-kiri ngomong politik.

Terus ada yang iseng bertanya, "Kalau menurut Cak Gem sebagai wartawan dan penulis buku bagaimana?".

Nah, kalau sudah begini, terpaksa deh harus jawab, meski nggak jelas arahnya, he he he.

Yup, dari hati kecil paling dalam, saya merasa belum cukup ilmu untuk berbicara tentang politik. Karena di mata saya, politik itu ruwetnya minta ampun.

Begini ilustrasinya. Ada seorang pemuda miskin yang lama tidak pulang kampung. 10 tahun kemudian dia mudik dan langsung menghebohkan warga desa.

Betapa tidak, dulu dia kurus kering dan hitam. Tapi sekarang dia gemuk dan putih bersih. Dan yang bikin shock, dia pulkam naik mobil Jazz warna silver.

Weleh, weleh, weleh, kuwi bocah kok iso koyo ngono. Edan, jan edan tenan. Bikin kembang desa, sak ibunya, sak neneknya jatuh cintrong semua :)

Pak lurah bilang:
Ini anak muda desa kita yang patut dibanggakan. Dia harus jadi kepala desa tahun depan. Setuju saudara-saudara?

Pak tani bilang:
Ini benar-benar panutan kita semua. 10 tahun merantau sudah berubah total. Sungguh calon menantu yang ideal.

Bu RT bilang:
Nduk, nduk, wis pegaten wae pacarmu sing buruh pabrik kuwi. Rabio karo bocah sukses kuwi. Aku yakin koe bakalan bahagia nduk.

Kembang desa bilang:
Duh, akang tuh cakep banget. Resik sisan euy. Akang udah punya pacar belum? Ieuteng lagi jomblo nih kang. (ting ting, sambil mengedipkan mata ;)

Jontor (sahabat Si Akang yang pernah ikut merantau) bilang:
Eleh, eleh, kamu tuh bikin orang sekampung kagum. Padahal aku tahu kamu kan cuman sopir yang ke mana-mana pakai topi sama lengan panjang biar nggak kepanasan. Jazz juga punya si bos. Daripada nggak aman di Jakarta, jadinya disuruh bawa mudik.

Si Akang bilang:
He he he, yang penting kita dianggap sukses Jon. Orang lain mah tahu apa tentang aku. Kamu jangan bilang siapa-siapa ya. Nih uang rokok buat kamu.

Nah, demikianlah gambaran politik yang saya tangkap setelah saya wawancara dengan puluhan politisi termasuk anggota dewan, pejabat, caleg, dan sejenisnya.

Tidak, saya sama sekali tidak ingin menyamakan para politisi, pengamat politik, dan Anda yang suka mengikuti berita politik dengan obrolan "Si Akang" dkk.

Saya hanya ingin menjelaskan betapa sulitnya bisa benar-benar menguak jati diri dan kepentingan "Si Akang".

Apalagi di panggung politik terbuka seperti sekarang, di mana ada blok barat dan blok timur, ada sosialis dan kapitalis, ada liberal, sekuler dan agamis, juga ada setan dan malaikat.

Belum lagi perang informasi dari para pemilik media yang terlibat dalam politik praktis. TV dan koran itu bilang "Si Akang" jahat. Tapi TV dan koran lain bilang "Si Akang" berhati malaikat.

Kondisi makin njlimet dengan serangan propaganda lewat kata-kata, kalimat-kalimat, gambar-gambar, dan suara-suara.

Sebagai mantan wartawan, alhamdulillah saya pernah belajar tentang pemilihan kata dan penyusunan kalimat. Mulai dari jangan, tidak, belum, sepertinya, nyaris, pasti, seolah, konon, identik, dll. Ini semua punya arti, makna, baik tersurat maupun tersirat.

Rangkaian kata-kata bisa membersitkan ajakan terselubung bahkan mengaburkan makna dan kejadian sebenarnya.

Masih soal media massa, pemilihan narasumber juga sangat menentukan mau dibawa ke mana sebuah kejadian diarahkan. Kalau mau pro kapitalis, ya cari narsum yang sepaham dengan kapitalis. Begitu pula sebaliknya.

Nah, ada berita gembira bagi kita yang beragama Islam. Setidaknya ada dua ayat dalam Alquran yang bisa dijadikan pijakan dalam menyikapi informasi dan geliat politik saat ini. Yaitu Surat An-Nisa ayat 94 dan Surat Al-Hujurot ayat 6.

Dua ayat tersebut secara garis besar mewajibkan kita, sekali lagi, mewajibkan kita, untuk selalu melakukan tabayyun, klarifikasi atau riset terhadap kebenaran informasi, berita, bahkan slentingan. Karena kalau tidak, besar kemungkinan kita akan salah kata, salah pikir, dan salah sikap.

Itulah mengapa sampai sekarang saya masih was-was dan merasa belum cukup ilmu untuk terjun ke dunia politik, meski sekadar membuat status atau berkomentar tentang jati diri "Si Akang".

Bagi teman-teman yang sudah mampu melakukannya, saya salut kepada Anda. Termasuk yang berani mengulas isu paling hot saat ini, yaitu komitmen pemerintah dalam membasmi korupsi di Indonesia.

Kalau saya pribadi, jujur, selama ini selalu kesulitan untuk mendapatkan informasi original dan akurat seperti yang dipunyai "Jontor" terkait jati diri "Si Akang".

0 Response to "Catatan Buat yang Suka Ngomong Politik"

Post a Comment