Menulis

Menulis

Belajar Rendah Hati dari Bu Wismi



Beberapa pekan lalu, alhamdulillah, Bu Wismi (Pendiri sekaligus Direktur Sekolah Al Falah, Ciracas) menelpon saya. Selain menanyakan kabar, Bu Wismi juga titip salam buat teman-teman sekalian.

Beliau sangat senang bisa berbagi ilmu pendidikan kepada jamaah Facebookiyah. Bu Wismi sendiri tak punya akun FB, jadi tak bisa langsung menyapa Anda semua.

"Semoga semakin banyak orangtua yang peduli dengan pendidikan anak, apalagi di zaman keterbukaan seperti sekarang," kata beliau dengan suara lemah lembut.

Ada banyak hal yang kami bicarakan di telepon. Mulai dari masa depan pendidikan anak di Indonesia, peran orangtua dan masyarakat, hingga kritik untuk tulisan di FB saya berjudul "Berguru pada Bu Wismi."

"Saya senang sekali Mas Imam menulis pentingnya pendidikan anak di FB. Tapi, saya kurang nyaman dengan beberapa paragraf awal. Mas Imam terlalu berlebihan memuji saya. Padahal, saya manusia biasa yang juga punya kekurangan. Saya khawatir orang akan mengkultuskan saya," tutur beliau.

"Iya Bu, saya minta maaf. Saya sudah merasa Bu Wismi akan keberatan dengan beberapa paragraf pembuka di coretan itu. Sungguh, saya tak bermaksud memuji Ibu setinggi langit. Itu hanya wujud kegembiraan saya bisa bertatap muka dan berguru kepada Ibu. Semoga Ibu tetap berkenan dengan tulisan itu," jawab saya.

Alhamdulillah, mendengar penjelasan saya, Bu Wismi bisa memakluminya. Namun, beliau berpesan agar saya tak lagi melabeli beliau sebagai orang hebat di dunia pendidikan.

"Pujian yang berlebihan justru bisa berakibat tidak baik di kemudian hari. Bisa membuat ilmu tak tersampaikan dengan semestinya. Lebih baik sewajarnya saja," kata Bu Wismi.

Untuk memperkuat penjelasannya, Bu Wismi mengambil contoh perjalanan hidup dai kondang, Aa Gym. Di mata Bu Wismi, banyak ilmu Aa Gym yang baik dan bermanfaat. Tapi, karena melakukan hal yang dianggap "tidak menyenangkan", sebagian orang justru mencemoohnya.

"Padahal banyak sekali pelajaran dari beliau yang sangat bermanfaat. Tapi, sebagian masyarakat enggan mengambil ilmu dari beliau," tutur Bu Wismi.

Saya sepakat dengan Bu Wismi. Dari perspektif ilmu komunikasi, apa yang dialami Aa Gym tak lepas dari banyaknya pujian yang pernah dilontarkan banyak pihak, termasuk media.

Masyarakat dibuat kagum seolah Aa Gym adalah sosok ustadz, suami, dan ayah yang sempurna. Perlahan namun pasti, tak terasa sebagian masyarakat justru terjebak pada pesona Aa Gym, bukan pada kemuliaan ilmunya.

Belajar dari sini, Bu Wismi berharap masyarakat bisa lebih arif dalam mencari ilmu. Salah satunya fokus pada ilmu daripada sosok pembawanya. Karena seorang pembawa/penyampai ilmu, betapapun pandainya, tetaplah manusia yang punya kelemahan dan kekurangan.

"Jadi, sewaktu-waktu yang membawa ilmu dianggap melakukan hal 'tidak menyenangkan', kita bisa tetap belajar dari mereka," pesan Bu Wismi.

Pernyataan Bu Wismi ini sejalan dengan apa yang pernah disampaikan Fudhail bin Iyadh, seorang ulama besar di zaman tabi'n. Suatu saat beliau ditanya tentang arti tawadhu (rendah hati). Beliau menjawab:

"Kami patuh terhadap kebenaran. Meski kebenaran itu keluar dari mulut anak kecil atau orang yang dianggap paling bodoh sekalipun."

Subhanallah (Maha Suci Allah). Alhamdulillah senang sekali memiliki guru dan sahabat seperti Bu Wismi. Semoga semakin banyak orang di negeri ini yang jauh lebih baik daripada wanita kelahiran 21 Juli 1948 itu.

Robbi zidni ilma warzuqni fahma.

0 Response to "Belajar Rendah Hati dari Bu Wismi"

Post a Comment