Menulis

Menulis

Cara Membangun Kecerdasan Anak Ala PPOT 5


(Indahnya Kurikulum Berbasis Tahap Perkembangan)

Alhamdulillah, Pelatihan Pendidikan Orang Tua (PPOT) 5 di Sekolah Alfalah, Ciracas, Jaktim selesai dilaksanakan.

Tidak seperti PPOT 1-4 yang digelar Senin sampai Kamis/Jumat, PPOT 5 dilaksanakan Senin sampai Sabtu. Bahkan, saking padatnya jadwal, hari terakhir PPOT 5 jatuh pada tanggal merah, tepatnya Hari Raya Nyepi, 21 Maret 2015.

Hmmm, kebayang kan bagaimana sibuknya PPOT 5? Masuk setiap hari pukul 08.00 WIB dan berakhir jelang adzan maghrib (bahkan pernah satu hari pulang setelah adzan isya).

Yang menarik, meski pulang "telat", tidak ada dari kami yang mengeluh atau keberatan. Semua dilakukan dengan senang hati dan penuh semangat. Maklum, mayoritas peserta PPOT 5 adalah guru dan praktisi pendidikan. Di benak kami, masa depan anak didik adalah segalanya.

Urusan materi, PPOT 5 lebih banyak praktik ketimbang konsep/teori. Karenanya, Pendiri sekaligus Direktur Sekolah Alfalah drg. Wismiarti Tamin (Bu Wismi) tidak terlalu banyak "bicara". Beliau lebih fokus pada bagaimana cara menggunakan aneka tools untuk mendidik (baca: membangun) anak.

"Di PPOT 1-4 kita belajar konsep dan teori. PPOT 5 kita mulai menggunakan konsep dan teori untuk bekerja. Alhamdulillah sudah banyak tools yang dibuat oleh para pakar pendidik sesuai tahap perkembangan anak. Tools itu memudahkan kita untuk bekerja," papar Bu Wismi.

Salah satu tools yang diajarkan Bu Wismi adalah Theme Webbing (Jejaring Tema). Tool ini diperkenalkan oleh tim pendidik dari Michigan University, Amerika Serikat. Jejaring Tema adalah cikal bakal kurikulum berbasis kebutuhan anak, baik secara individu maupun kelompok/kelas.

Ilustrasinya begini. Di Indonesia, sebagian besar sekolah menggunakan kurikulum yang dibuat pemerintah. Kurikulum ini tentu saja bersifat massive alias untuk semua murid dari Sabang sampai Merauke. Padahal, idealnya, kurikulum setiap anak berbeda.

Mengapa? Karena setiap anak lahir tidak sama alias "unique". Mereka memiliki tahap perkembangan yang berbeda-beda. Jika kurikulum digebyah-uyah (disama-ratakan), tentu saja berdampak kurang optimal bagi perkembangan murid.

Nah, Jejaring Tema adalah salah satu alat untuk membaca anak sesuai tahap perkembangannya. Dari sini, dicari tahu apa kebutuhan anak (secara individu maupun kelompok/kelas), kemudian dibuatkan materi yang dikemas melalui aktivitas bermain (PAUD) atau proyek (SD-SMA).

Materi yang muncul dikelola dalam bentuk tema, sub-tema, dan topik. Ibarat menulis, kita membuat kerangka karangan yang terdiri atas judul, sub judul, dan topik (ide).

Tema yang sudah dibuat dijadikan acuan dalam mendidik (baca: membangun) anak. Setiap tema memiliki durasi yang berbeda-beda. Bisa selesai dalam sehari, dua hari, sepekan, paruh semester, satu semester, bahkan sampai setahun. Semua bergantung pada kebutuhan anak didik (secara individu maupun kelompok/kelas).

CARA MEMBUAT JEJARING TEMA
Agak sulit bagi saya menerangkan bagaimana membuat Jejaring Tema hanya dengan coretan sederhana. Meski demikian, saya coba urai sebisa mungkin agar bisa dipahami.

Kita langsung ke contoh kasus biar mudah dimengerti. Misal, ada anak usia empat tahun bernama Umar.

Langkah pertama, kita melakukan observasi tahap perkembangan Umar, apakah sudah sesuai dengan anak usia empat tahun.

Ada enam domain yang diteropong, yaitu:
1. Afeksi
2. Kognisi
3. Bahasa
4. Fisik
5. Sosial
6. Estetika

DOMAIN AFEKSI memiliki enam sub-domain, yakni:
1. Trust
2. Autonomy
3. Inisiative
4. Industry
5. Self-concept
6. Self-esteem

DOMAIN KOGNISI juga memiliki enam sub-domain, yakni:
1. Perception
2. Physical Knowledge
3. Logic Mathematic Knowledge
4. Representational Knowledge
5. Critical Thinking
6. Conventional Social Knowledge

DOMAIN BAHASA memiliki lima sub-domain, yakni:
1. Listening Skill
2. Receptive Language
3. Expressive Language
4. Writing
5. Reading

DOMAIN FISIK memiliki dua sub-domain, yakni:
1. Physical Health
2. Physical Development

Physical Development sendiri terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. Body Awareness
2. Gross Motor Development
3. Fine Motor Development

DOMAIN SOSIAL memiliki dua sub-domain, yakni:
1. Social Skill
2. Socialization

DOMAIN ESTETIKA memiliki empat sub-domain, yakni:
1. Enjoyment
2. Insight
3. Stimulation
4. Satisfaction

Setiap domain dan sub-domain anak diteropong menggunakan standar yang diakui dunia. Kalau di Sekolah Alfalah, standar yang digunakan merujuk pada The National Association for the Education of Young Children (NAEYC) yang berbasis di Washington DC, Amerika Serikat.

Jika kemampuan anak sudah sesuai dengan tahap perkembangannya, maka orangtua dan guru wajib mendampingi mereka meraih tahap perkembangan yang lebih tinggi. Namun, jika kemampuan anak di bawah standar (NAEYC), maka orangtua dan guru wajib mendampingi mereka meraih tahap perkembangan yang telah ditetapkan.

Contoh Kasus:

Untuk domain Kognisi sub-domain Autonomy (kemandirian) Umar belum bisa makan dan minum sendiri. Padahal, sesuai standar NAEYC, anak umur dua tahun seharusnya sudah bisa makan dan minum sendiri.

Kesimpulannya:
Tahap perkembangan Umar lebih rendah dua tahun dibanding standar NAEYC.

Nah, di sini guru memikirkan materi apa yang harus diberikan kepada Umar agar dia mampu mengejar ketertinggalannya.

Misal, guru memilih materi "Aturan Makan", "Alat Makan", dan "Cara Makan". Tiga materi ini dikemas menjadi satu kata, yaitu "Makan".

Kata "Makan" kemudian dicatat di kertas besar untuk dikumpulkan dengan usulan materi dari domain-domain lain.

Kebayang kan betapa banyak usulan materi yang dicatat di kertas besar?

Untuk Kognisi (Autonomy/Kemandirian) saja ada usulan tiga materi (Aturan Makan, Alat Makan, Cara Makan). Padahal, Kognisi sendiri memiliki lima sub-domain selain Autonomy, yakni Trust, Initiative, Industry, Self-Concept, dan Self-Esteem.

Belum lagi usulan materi lain dari domain Bahasa, Sosial, Afeksi, Fisik, dan Estetika beserta sub-domain masing-masing. Tidak heran jika usulan materi yang dituang ke dalam kertas besar bisa mencapai puluhan item.

Hmmm, makin kebayang betapa kompleksnya mendidik anak sesuai tahap perkembangan. Ternyata ada banyak hal yang mesti diperhatikan selain calistung (baca, tulis, hitung).

Dalam membuat Jejaring Tema, biasanya guru tidak bekerja sendirian. Mereka bergabung untuk saling bekerja sama. Selain menghindari kesalahan dalam membaca anak, usulan materi diharapkan bisa lebih tajam dan sesuai kebutuhan anak.

THEME STORMING
Setelah mengumpulkan semua usulan materi ke dalam kertas besar, langkah selanjutnya adalah mencari hubungan (korelasi) antar materi.

Caranya, dengan menarik garis dari satu materi ke materi lainnya. Misal, materi "Makan" ternyata terhubung dengan materi "Lidah" di domain Fisik (Physical Health). Maka ditarik garis dari kata "Makan" ke kata "Lidah". Hal yang sama dilakukan untuk setiap kata yang tertuang di kertas besar.

Proses menarik garis korelasi ini membutuhkan ketelitian yang sangat tinggi. Guru harus memahami setiap kata (usulan materi) yang terkumpul di kertas besar. Tanpa ilmu pengetahuan yang mumpuni, guru tidak akan bisa menemukan korelasi yang tepat dari setiap kata (usulan materi).

Setelah semua kata selesai ditarik garis (jika memang berhubungan), selanjutnya dihitung mana kata (usulan materi) yang paling banyak garisnya. Kata (usulan materi) itulah yang dipilih sebagai tema. Adapun kata (usulan materi) lain yang lebih sedikit garis hubungnya menjadi sub-tema atau topik.

Contoh:

Tema         : Makan

Sub-tema  : Cara Makan

Topik.         : Jenis Makanan dan Alat Makan

Selesai proses Theme Storming, tahap selanjutnya adalah membuat Pohon Tema. Di sini kita gambar bagan yang terdiri atas Tema, Sub-tema dan Topik. Dalam dunia menulis, Pohon Tema mirip dengan kerangka karangan. Hanya saja, tampilannya dalam bentuk bagan (chart).

Setelah terwujud Pohon Tema, guru membuat Lesson Plan (Rencana Pengajaran). Di bagian ini, guru membedah semua ilmu pengetahuan yang akan disampaikan kepada murid sesuai tema.

Misal, temanya "Makan". Maka, semua ilmu pengetahuan tentang makan dieskplore sesuai tahap perkembangan anak.

Dalam kasus Umar (4 tahun), guru membedah informasi apa saja tentang "Makan" agar setelah mengikuti pelajaran, Umar dapat makan sendiri (tidak disuapi).

Saat menyusun Lesson Plan, guru juga menulis aneka jenis pertanyaan yang akan disampaikan kepada murid saat bermain/belajar nanti.

Yang menarik, pertanyaan yang dibuat tidak boleh menggurui atau "menyuapi" anak didik. Pertanyaan harus dikelola agar anak "menemukan sendiri" ilmu pengetahuan yang sedang diajarkan (non-direct teaching)

Selain daftar pertanyaan, guru juga membuat aneka kalimat motivasi/pijakan yang akan disampaikan saat bermain (PAUD) atau belajar (SD-SMA). Pijakan inilah yang akan membuat anak belajar banyak hal tanpa "terasa".

Lesson Plan juga ampuh untuk membedah tema dari banyak ilmu seperti sosial, sains, matematik, reliji, dll. Alhasil, dari satu tema, anak bisa belajar banyak hal sekaligus memahami keterkaitan antara satu ilmu dengan yang lainnya.

Wow, asyik sekali ya belajar dengan cara seperti itu. Anak didik benar-benar dibawa ke samudera ilmu tanpa ada perasaan terbebani, apalagi tertekan.

MEMBUAT TFP
Tahap terakhir dalam menyusun kurikulum berbasis tahap perkembangan adalah membuat Terminology, Facts, and Principles (TFP).

Dari tema dan lesson plan yang sudah ditentukan, guru menulis secara detail semua TFP yang akan "digelontorkan" secara bertahap kepada murid.

TFP bisa mencapai puluhan, ratusan, bahkan ribuan item, tergantung seberapa banyak ilmu dan pengetahuan yang bisa disampaikan. Tentu TFP untuk PAUD jauh lebih sedikit dan lebih sederhana dibanding SD.

Contoh TFP untuk tema "Makan":

1. Makan adalah ......... (definisi lihat di kamus)
2. Manusia mengunyah makanan dengan gigi
3. Gigi terbuat dari ...... (lihat buku biologi)
4. Gigi seri untuk ........... (lihat buku biologi)
5. Gigi taring untuk .......... (lihat buku biologi)
6. Gigi geraham untuk ....... (lihat buku biologi)
7. Doa sebelum dan sesudah makan ...... (lihat alhadist)

Dan seterusnya .......

"Biarkan anak menemukan sendiri ilmu pengetahuan melalui bermain atau mengerjakan proyek. Tugas guru adalah mendampingi mereka agar tumbuh sesuai tahap perkembangannya," tutur Bu Wismi.

Subhanalllah. Mendidik anak ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan ya? Ada proses panjang yang mesti dilalui. Tidak heran jika negara-negara maju sangat peduli dengan kualitas para pendidik. Mereka paham bahwa hanya dengan pendidikan (ilmu) manusia akan terangkat derajatnya.

"Guru harus banyak membaca. Karena semakin banyak ilmu yang dikuasai guru, semakin lebar tawa siswa," kata Bu Wismi.

Semoga kita bisa menjadi orangtua dan guru terbaik bagi semua anak didik. Aamiiin.

1 Response to "Cara Membangun Kecerdasan Anak Ala PPOT 5"

  1. Malam,,, apakah sy boleh minta materi pelatihan kurikulum? Krn sy lagi belajar membuat tema dari kurikulum domain tks bs email ke ria.abm@gmail.com

    ReplyDelete