Menulis

Menulis

Ada Apa dengan Gem? (A2DG)



Ini 100% cerita gak bermutu. Kalau kata anak jaman sekarang lebay bin alay. Tapi, buat Anda yang gak punya kesibukan, boleh saja membacanya sampai tamat. Yang penting gak mengganggu aktivitas sehari-hari. Oh ya, jangan lupa, semua efek samping ditanggung pribadi masing-masing :)

Priiit...., kick-off cerita dimulai.

Jaman dahulu kala, hiduplah seorang anak muda yang biasa-biasa saja. Wajahnya pas-pasan, otaknya rata-rata, dan ekonominya sederhana.

Seperti kebanyakan anak muda seusianya, dia pun sibuk mencari jati diri. Berbagai hal yang dianggap keren, satu per satu dia coba, meski terkadang ngisin-ngisini. Mulai berdandan ala rocker hingga bergaya ala pemain sepak bola Eropa.

Urusan kemandirian, dia nekat mencoba beragam profesi. Pernah dia njajal cari duit dengan jadi pengamen (baca kisahnya di wall FB).

Pernah juga dia menjadi pasukan kuning pendorong gerobak sampah (yang ini juga sudah pernah ditulis di FB).

Tak hanya itu, pemuda nyleneh ini juga sempat mencicipi profesi sebagai cleaning service dan penjual es legen (profesi terakhir juga sudah di tulis di FB).

Paling lama, pemuda ini bekerja sebagai loper koran (yang ini belum pernah dibikin coretannya. InsyaAllah kapan-kapan ditulis).

Singkat cerita, ketika duduk di bangku SMA, sang pemuda mencoba tampil nge-slank. Selain sepatu fantovel yang diinjak bagian belakangnya, dia juga membawa tas cangklong pemberian seorang sahabat.

Tas berbahan kain sisa itu 100% handmade alias buatan tangan. Mas Sigit, lulusan STM Negeri Pembangunan Surabaya, yang menjahit tas itu. Karena bosan, tas kucel tersebut akhirnya dihadiahkan kepada sang pemuda ababil (abal-abal dan labil)

Namanya juga kreatif, tas yang sudah kucel itu masih saja dimodifikasi. Tali tas diganti dengan yang lebih panjang hingga selutut.

Tak hanya itu, dengan spidol warna hitam, tas tersebut ditulisi 313. Angka ini merujuk pada jumlah pasukan Nabi Muhammad SAW yang memenangi Perang Badar. Sang pemuda berharap suatu saat bisa seperti pasukan Nabi yang tak pernah lelah menyuarakan kebenaran (amiin)

Tak ada yang aneh ketika pemuda norak ini mulai membawa tas mboysnya ke sekolah. Beberapa teman menyebut tas itu sebagai kreatif, nyentrik, dan nganeh-nganehi. Namun, sebagian lainnya melabeli tas tersebut dengan predikat "gak bermutu blas".

Suatu hari, seorang teman SMA memanggil pemuda itu. Dia lantas menanyakan apakah tas itu ada hubungannya dengan seseorang yang tinggal tak jauh dari sekolah.

"Cak, aku pernah lihat ada tulisan 313 persis kayak di tas sampeyan. Apa itu satu padepokan sama sampeyan?" tanya si teman dengan nada serius.

Tanpa pikir panjang, si pemuda langsung menjawab mantap, "Yup, berarti dia sohibku. Satu guru satu ilmu. Ngomong-ngomong, di mana kamu lihat tulisan 313 itu?"

"Di pinggir Kali Jagir Cak. Tapi dia itu sepertinya gelandangan deh. Di tendanya ada tulisan Mbah Gembel 313 Utusan Gusti Allah. Membantu Menyembuhkan Berbagai Macam Penyakit," imbuh si teman.

Glodak, ternyata sosok yang dikira sahabat adalah seorang dukun pijet dan bakul jamu pinggir kali. Weleh, weleh, weleh, nasib-nasib.

"Masak dia gelandangan? Waduh, kalau yang itu aku gak tahu. Siapa ya Mbah Gembel. Jangan-jangan King of beggar?" gumam si pemuda dengan tampang kebingungan.

Beberapa teman yang nimbrung di obrolan tersebut langsung tertawa melihat reaksi pemuda yang bertingkah mirip anak panda kehilangan induknya.

"Wkwkwkw... ternyata dia satu perguruan sama Mbah Gembel," sorak teman-teman yang lain.

Sejak peristiwa itu, beberapa teman sekelas mulai menjuluki sang pemuda dengan Mbah Gembel. Nama itu dianggap pas karena mewakili penampilannya yang acak-acakan.

Seiring waktu, kata "Mbah" akhirnya hilang dari peredaran. Tak lama kemudian, "Mbah" berganti dengan Cak. Jadilah pemuda itu akrab disapa Cak Gembel.

Meski dapat julukan yang gak elite, tetap saja si pemuda tak jatuh mental. Dia terus menjalani hari-harinya dengan penuh semangat dan suka cita (horeee... be your self).

Tiga tahun si pemuda antik tersebut menimba ilmu di SMAN 14. Setelah lulus, dia pun kuliah di UPN Veteran Jatim jurusan Teknik Manajemen Industri.

Sebenarnya, sang pemuda ngebet sekali bisa kuliah di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Namun, karena Allah tak mengizinkan, jadinya dia kesasar ke UPN Veteran (baca kisah inspiratifnya di wall).

Ada tragedi unik ketika si pemuda bekerja sebagai cleaning service di sebuah kantor di perumahan Manyar belakang kampus Untag.

Suatu pagi si pemuda, yang kala itu menyandang status mahasiswa UPN, melaksanakan tugas rutin bersih-bersih kantor. Mulai dari nyapu, ngepel, siram-siram, sampai menguras kamar mandi.

Agar tak mengganggu aktivitas kantor, semua ritual bersih-bersih dilakukan sebelum jam 8 pagi. Harapannya, jam 8.30 WIB semua sudah beres dan kinclong.

Saat sedang bersih-bersih, mendadak muncul seorang bapak naik motor bersama anak gadisnya. Rupanya, si anak akan melakukan psikotes di kantor tempat pemuda bekerja.

FYI, kantor bernama Kinerja itu menyediakan jasa psikotes dan riset untuk perusahaan atau institusi lain yang membutuhkan.

Sekitar 15 menit si bapak dan putrinya menunggu di depan kantor. Mereka enggan masuk karena ada pemuda norak berambut gondrong yang sibuk bersih-bersih.

Tak berselang lama, si anak minta izin bapaknya untuk masuk ke kantor. Matahari yang mulai terik rupanya membuat si gadis kegerahan.

"Pak, saya masuk dulu ya. Di sini sumuk sekali," kata si anak.

Mendengar itu si bapak langsung menjawab ketus. "Jangan masuk dulu. Di situ ada gembel," tukas si bapak dengan wajah mbesengut.

Weleh, weleh, weleh, pemuda tadi dikatain gembel. Untung julukannya memang gembel, jadinya si pemuda tak sakit hati mendengarnya.

"Lha memang aku gembel kok Pak. Dadi gak masalah," kata pemuda itu dalam hati.

****

Lima tahun mengenyam bangku kuliah, pemuda aneh itu pun lulus dan akhirnya bekerja sebagai wartawan.

Saat menulis artikel perdana, si pemuda diminta bosnya membuat inisial nama yang terdiri dari tiga huruf. Inisial tersebut akan diletakkan di setiap bagian akhir berita yang dia tulis.

"Ayo cepat, apa inisial namamu," kata Pak Ribut Wahyudi, Pemimpin Redaksi the Indonesian Daily News (IDN), koran bahasa Inggris milik Jawa Pos.

Dalam waktu kurang dari semenit, sang pemuda sudah harus menentukan inisial namanya. Bingung mau pakai apa, akhirnya si pemuda menjawab singkat, "gem."

"Apa itu gem? Namamu kan Imam Sufaat. Kok gak nyambung sama sekali?" tanya Pak Ribut.

"Ga pa pa Pak, sekali-sekali gak nyambung. Yang penting happy dan gak menyakiti hati orang lain, he he he," jawab si pemuda.

Mulai hari itu, berkibarlah satu nama wartawan Indonesia dengan kode (gem).

Si pemuda berharap, nama itu selalu mengingatkannya pada perjuangan sejak SMA hingga kuliah. Dia juga berharap, teman-teman sekolah, kampus, dan sepermainan mengenali inisial unik ini.

Setahun jadi wartawan IDN, ada hal menarik yang terjadi. Jawa Pos kedatangan dua kuli tinta senior dari Manchester, Inggris. Usianya sudah di atas 60 tahun. Pasangan suami istri itu tergabung dalam BESO, sebuah LSM internasional yang peduli dengan isu sosial.

Semua wartawan IDN diwajibkan menimba ilmu dari dua sosok kharismatik tersebut. Jadilah setiap hari selama sebulan ada transfer ilmu menulis dan jurnalistik standar Eropa.

Suatu malam, kedua wartawan senior itu ngobrol ringan dengan si pemuda tengil dan seorang sahabatnya bernama Wisnoe. Salah satu dari wartawan profesional itu lantas bertanya kepada sang pemuda, "Why do you claim (gem) as your initial name?"

Karena ditanya, akhirnya si pemuda mencoba menjelaskan asal-usul (gem) secara runut. Rupanya jawaban itu membuat mereka tertawa terbahak-bahak.

"I think (gem) it's a very beautiful initial," kata salah satu dari mereka sembari tersenyum.

Pemuda itu jadi bingung kok (gem) dianggap nama yang bagus, padahal menurut sejarah itu kan kependekan dari gembel.

Penasaran dengan gurauan sang wartawan bule, akhirnya si pemuda mencoba mencari tahu makna "gem" di kamus Oxford. (bener-bener tulalit nih wartawan. masak setahun kerja di koran bahasa Inggris tapi gak tahu artinya gem :)

Ealahhhh, ternyata di kamus, "gem" artinya permata, senapas dengan pearl, diamond, gold, silver, dan jewelry. Makanya kok si wartawan asing kesengsem dengan nama itu.

Dari sekadar iseng dan bahan olok-olok, akhirnya gem dipatok jadi filosofi untuk menjalani hidup.

Si pemuda berharap, secara kualitas dia bisa berkilau laksana permata (preeettt... :) Namun, untuk urusan penampilan, dia ingin tetap sederhana, bahkan tak diperhitungkan sama sekali laiknya gem + bel.

So, Anda setuju dengan filosofi itu? Gak perlu dijawab pertanyaan ini. Seperti pada paragraf pembuka di atas, semua yang terkandung dalam coretan ini 100% gak bermutu. Jadi, gak usah direken sama sekali, he he he.

Yang penting Anda sudah tahu ada apa dengan Gem? Jadi Gem bukanlah gemblong, gemblung, gemulai, gembul, gembili, gemolong, gembira, gembong, gembrot, gempor, gempa, gembala, gembos, atau bahkan gem over :)

Salam Gembel, eh salah... Salam Gem :)

1 Response to "Ada Apa dengan Gem? (A2DG)"