Menulis

Menulis

Kita Adalah Kita, Bukan Mereka


Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Yup, anak memang banyak kemiripan dengan orangtuanya. Tidak hanya fisik, tapi juga psikis.

Kalau saya lebih senang mengartikan "pohon" di pepatah itu, bukan hanya orangtua, tapi siapa saja dan apa saja yang mempengaruhi kita menjadi "buah".

Pohon bisa berwujud kerabat, sahabat, guru, sekolah, masjid, tetangga, ustadz, kurikulum, pemerintah, pasangan, tetangga, media massa, dll. Pokoknya siapa dan apa saja yang memoles kita hingga menjadi seperti sekarang.

Bagi Anda anak-anak orang miskin, hati-hatilah. Anda rawan jadi buah yang pemalas, minderan, suka menyalahkan orang lain, bahkan takut menjadi orang kaya.

Bagi Anda anak-anak orang kaya, hati-hatilah. Anda rawan jadi buah yang manja, minim empati dan simpati, pilih-pilih makanan, sombong, kurang menghargai orang lain, dan suka pamer.

Bagi Anda anak-anak korban broken home, hati-hatilah. Anda rawan jadi buah yang emosian, labil, trauma dengan cinta, dan gampang putus asa.

Bagi Anda anak-anak yang dibesarkan tanpa kehadiran bapak, hati-hatilah. Anda rawan jadi buah yang terlalu melankolis dan kurang berani menghadapi tantangan.

Bagi Anda anak-anak yang dibesarkan tanpa kehadiran ibu, hati-hatilah. Anda rawan jadi buah yang keras kepala dan kurang punya perasaan.

Lalu bagaimana dengan anak tentara, polisi, takmir masjid, bakul bakso, sopir, dosen, pebisnis, politisi, koruptor, pengedar narkoba, atlet, narapidana, atau bahkan (maaf) pelacur?

Seperti judul di atas, "Kita Adalah Kita, Bukan Mereka," seharusnya bukan pohon yang menentukan jadi buah apa diri kita.

Pohon hanya membantu, mendampingi, dan mendukung kita untuk menjadi khoirul bariyyah (sebaik-baik makhluk yang pernah hidup di muka bumi).

Kita sendirilah yang sejatinya harus memilih dan memutuskan menjadi sehebat dan sebaik apa diri kita.

Rugi banget kalau kita membiarkan diri terkotori oleh getah-getah pohon, meski mereka adalah orangtua, guru, pemerintah, pasangan, ustadz, sahabat, tetangga, dan lingkungan kita.

Lho kita kan tetep butuh panduan serta tuntunan untuk menjalani transformasi hidup Cak Gem?

Yup benar sekali. Laiknya setiap produk yang membutuhkan buku petunjuk pemakaian dan perawatan agar berfungsi dengan baik.

Itulah mengapa Sang Pencipta alam semesta menurunkan guidance book berupa Kitab Suci lengkap dengan rosulNya. Dari Beliaulah kita mengacu seperti apa seharusnya diri kita.

Adapun orangtua, guru, ustadz, pasangan, pemerintah, sahabat, tetaplah manusia, yang pasti punya salah dan kekurangan. Mereka tidak boleh ditiru, diikuti, dan ditaati jika memang berbeda haluan dengan risalahNya.

Masa lalu sudah berlalu. Hari ini adalah milik kita. Sedangkan esok dan lusa, belum tentu ada untuk kita.

Bangkit dan warnailah dunia dengan warna terbaik Anda. Ya, warna terbaik Anda. Bukan warna mereka.

Jadilah manusia paling berharga yang pernah dilahirkan oleh seorang Ibu.

Be yourself.

And be khoirul bariyah (the best person in the world)

Salam perubahan. Salam perjuangan :)

0 Response to "Kita Adalah Kita, Bukan Mereka"

Post a Comment