Menulis

Menulis

Sebuah Pesan untuk Ayah

Suatu malam saya ngobrol santai dengan seorang sahabat. Anaknya empat masih kecil-kecil. Saya tanya sama dia, "Mas, apa cita-cita Sampeyan untuk anak?".

"Saya ingin membahagiakan mereka. Emang kenapa Mas?" jawabnya sembari balik bertanya.

"Kalau pemahaman saya, membahagiakan anak artinya orangtua melakukan apa saja agar anak bahagia. Kita punya rumah yang indah untuk anak-anak. Kita beri mereka makan dan minum yang lezat. Kita ajak mereka pelesiran ke tempat wisata, dan kita punya cukup tabungan untuk masa depan mereka. Apakah benar demikian?" tanya saya.

"Iya benar. Saya ingin membahagiakan mereka," jawabnya.

"Saya boleh usul tidak?" tanya saya lagi.

"Boleh. Usul apaan?" tukasnya.

"Bagaimana kalau selain membahagiakan mereka, mulai sekarang, Sampeyan juga bercita-cita mendampingi anak agar menjadi pribadi yang siapa saja yang dekat dengan mereka akan merasa nyaman. Siapa saja yang dekat mereka akan tentram. Siapa saja yang dekat mereka akan mendapat manfaat. Siapa saja yang dekat mereka akan tersinari, terinspirasi, dan tercerahkan," ujar saya.

"Wah, bagus sekali itu Mas. Setuju saya," jawabnya semangat.

"Nah, kalau Sampeyan setuju, mulai sekarang, Sampeyan berusaha memberi contoh kepada mereka, bagaimana menjadi pribadi seperti itu. Karena anak-anak mencontoh karakter orangtuanya," imbuh saya.

"Wah, bagaimana caranya Mas?" tanya dia lagi.

"Jika ada masalah dengan anak, ajak mereka diskusi, bukan dengan digalaki, apalagi dipukuli. Diskusi membuat anak mengerti sebab-akibat. Diskusi membuat mereka terbiasa berpikir. Diskusi membuat mereka cerdas secara emosi," timpal saya.

"Wah, itu yang saya jarang lakukan. Kadang saya masih galak sama anak. Kadang saya mukul juga, meski pelan," ungkapnya jujur.

"Kalau Sampeyan membentak dan memukul anak, mereka akan seperti itu pada anak-anak mereka kelak. Karena anak meniru apa yang dilakukan orangtuanya," kata saya.

"Hmm, iya benar juga," timpalnya.

"Saya ada nasihat bagus dari Pendiri sekaligus Direktur Sekolah Alfalah, Cipayung drg. Wismiarti Tamin. Sampeyan mau dengar?" kata saya.

"Mau Mas. Nasihat apa itu?" jawabnya penasaran.

"Jangan lewatkan satu hari tanpa menambah ilmu. Karena kita tidak bisa memberi apa yang kita tidak punya," tutur saya.

"Wah, bagaimana saya bisa belajar Mas? Saya sibuk kerja," tanyanya gelisah.

"Sempatkan waktu membaca barang 15 menit sehari. Mungkin di sela-sela waktu istirahat atau mau tidur. Melihat video-video parenting juga bagus," saran saya.

"InsyaAllah Mas. Saya coba," katanya semangat.

"Alhamdulillah. Semoga anak-anak Sampeyan menjadi pribadi seperti Rasulullah yang bahagia karena tak bosan menebar rahmat di muka bumi," tutup saya.

Salam untuk semua ayah di dunia. Semoga Anda menjadi sumber inspirasi bagi anak-anak ;)

0 Response to "Sebuah Pesan untuk Ayah"

Post a Comment