Menulis

Menulis

Balada Gembot Air



Coretan sederhana ini memang tak sedahsyat Romeo & Juliet. Bahkan, bisa dibilang datar-datar saja. Namun, siapa tahu bisa menguatkan tali silaturahim antar-keluarga, khususnya hubungan adik-kakak.

Dulu, waktu duduk di bangku SD kelas 5 atau kelas 6 (tepatnya saya lupa), saya sangat senang bermain gembot (game watch). Bagi Anda yang lahir tahun 1970-1980an, tentu tahu mainan elektronik ini.

Ada banyak jenis gembot saat itu. Tapi hanya tiga yang paling populer, yaitu cowboy, kapal selam, dan kungfu.

Mainan made-in Jepang ini begitu populer. Bahkan bisa dibilang, gembot adalah "kesenangan dari surga". Kalau sudah main, anak-anak bisa lupa waktu, lupa belajar, bahkan lupa makan.

Seperti anak-anak pada umumnya, saya juga senang bermain gembot. Tapi apa daya, orangtua tak mau membelikannya. Alhasil, saya pun main gembot hanya jika dipinjami teman, atau sewa Rp 25,- per 5 menit.

Karena uang saku juga tak banyak, jadinya paling lama saya sewa gembot cuma 10 menit. Itupun harus rela uang jajan sehari berkurang 50%, he he he :)

Alhamdulillah, meski tak dibelikan gembot, saya tak pernah sakit hati. Saya tetap menghormati Bapak dan Ibu sebagaimana anak-anak kampung pada umumnya.

Saya sendiri tak paham berapa harga gembot ketika itu. Yang pasti, saya yakin sangat mahal. Karena sepengetahuan saya, hanya anak orang kaya yang bisa memiliki mainan ciamik tersebut.

Selain gembot elektronik, waktu itu ada juga gembot air. Saya menamai mainan ini gembot air karena memang isinya air.

Bentuknya sekilas mirip gembot elektronik. Ada tombol di bagian kanan dan kirinya. Hanya saja, kalau gembot elektronik gambarnya bergerak, gembot air lebih mirip aquarium mini.

Di dalamnya ada replika dua lumba-lumba atau kepiting kecil. Mainan murahan ini dilengkapi dengan gelang-gelang kecil berwarna-warni.

Cara memainkannya pun sangat sederhana. Kita cukup pencet tombol kanan dan kiri untuk memasukkan gelang-gelang kecil ke dalam mulut lumba-lumba atau capit kepiting.

Tak ada sistem level di gembot air. Mainan murahan ini juga sunyi karena tak dilengkapi speaker. Tak heran jika dibanding gembot elektronik, gembot air lebih sepi peminat.

Meski tak sekeren gembot elektronik, tetap saja saya ingin memilikinya. Bagi saya, gembot air lebih menyenangkan daripada tak punya gembot sama sekali.

Dengan memiliki gembot itu, saya bisa memainkannya bergantian dengan tiga adik saya yang masih kecil-kecil.

*****

Suatu hari, saya minta Bapak untuk membeli gembot air. Namun, beliau tak berkenan. Entah karena tak punya uang atau sengaja untuk mendidik, yang jelas Bapak enggan membeli mainan itu.

"Gak usah main gembot. Yang penting rajin belajar supaya pinter. Nanti kalau sudah pinter bisa beli gembot sendiri," demikian nasihat Bapak.

Namanya juga anak kecil, sedih juga saya mendengar nasihat Bapak. Namun, saya tetap menghormati beliau dan berharap suatu saat bisa beli gembot sendiri.

Selang beberapa waktu, saya pun berinisiatif untuk membelinya dari uang tabungan. Saya katakan kepada adik-adik bahwa saya akan menabung untuk membeli gembot air.

"Tenang saja, nanti Mas yang beli gembot air. Kalau sudah punya kita bisa main bergantian. Siapa paling cepat memasukkan gelang-gelang, dia yang menang," kata saya kepada adik-adik.

Mulai hari itu saya menabung sedikit demi sedikit. Dari uang saku Rp 100,- saya sisikan setiap hari Rp 50,-. Saya harus rela tak sewa gembot selama hampir sebulan (tirakat bro, he he he :)

Alhamdulillah akhirnya tabungan saya bisa terkumpul Rp 1,500,-. Uang itu cukup untuk membeli gembot air di pasar malam dekat perempatan Semolowaru.

Namun sayang, pada saat saya membawa uang itu, ternyata bapak penjual gembot air sudah tak lagi mangkal di sana.

Dengan wajah bingung, saya mencoba mencari pedagang mainan itu di semua sudut pasar. Beberapa kali saya periksa, tetap saja tak ada jejak.

"Bu, lihat bapak yang jualan gembot air tidak? Kemarin-kemarin dia jualan di sekitar sini," tanya saya kepada seorang ibu pedagang kue.

"Wah, gak tahu Nak. Sejak sore tadi dia sudah gak di sini," jawab ibu pedagang kue.

Mendengar jawaban itu, saya pun kecewa berat. Niat baik membeli gembot air pupus di tengah jalan. Dengan langkah gontai, saya akhirnya kembali ke rumah.

Sesampai di rumah, adik-adik langsung menanyakan gembot air yang saya janjikan.

"Mana Mas gembotnya?" kata adik-adik saya.

Dengan berat hati saya mengatakan kalau bapak pedagang gembot air sudah tak lagi jualan.

"Apes, bapak yang jualan gembot air sudah pergi. Kapan-kapan kalau ketemu, saya belikan," janji saya.

Keesokan harinya, saya kembali ke pasar malam dengan jalan kaki. Seperti hari kemarin, saya blusukan ke setiap sudut pasar malam. Namun, Allah memang tak menghendaki kami punya gembot air. Bapak penjual mainan murahan itu tetap tak bisa saya temukan. (inna lillahi wa inna ilaihi rojiun :(

Adik-adik saya juga ikut sedih karena gagal memiliki gembot. Meski demikian, kami tak kehilangan semangat untuk terus sekolah dan bermain bersama teman-teman.

Beberapa tahun berlalu, alhamdulillah akhirnya kami bisa punya gembot sendiri. Bukan gembot air, tapi gembot elektronik.

Bapak membelikan gembot kapal perang sebagai hadiah untuk adik bungsu saya. Ketika itu, nilai rapornya rata-rata delapan, paling tinggi di antara kami berempat.

Horeeeee, akhirnya kami bisa main gembot setiap hari. Terima kasih Pak atas hadiahnya. Semoga engkau diberi kesehatan dan umur panjang yang berkah.

Kini, setelah puluhan tahun berlalu, kenangan gembot air tetap tertanam di benak kami. Bukan gembotnya yang penting, melainkan kebersamaan untuk saling memiliki dan berbagi.

Saya yakin Anda pasti punya kenangan lebih indah dengan adik dan kakak semasa kecil. Semoga semua kenangan itu bisa jadi tali perekat, terutama ketika ada badai yang menghadang.

Apapun alasannya, memutus silaturahim adalah perbuatan tercela dan bisa menghalangi kita masuk surga.

Seperti yang pernah diwasiatkan Baginda Nabi Muhammad SAW di hadist Bukhori dan Abu Dawud:

"Tak bisa masuk surga orang yang memutus tali persaudaraan."

Game Over :)

0 Response to "Balada Gembot Air"

Post a Comment