Menulis

Menulis

Ketika Seorang Guru Menyapa Muridnya


Suara itu tetap saja terdengar lembut namun penuh energi. Tak ada satu kata pun yang sia-sia. Semua berasa penuh makna.

"Assalamu'alaikum. Apa kabar Pak Gem? Lama tidak terdengar kabarnya," demikian sapa wanita itu.

"Wa'alaikum salam. Alhamdulillah baik Ibu," jawab saya setengah merinding.

Jujur, hati saya terhenyak tatkala ponsel pagi ini mendadak berdering. Nama Ibu drg. Wismiarti Tamin muncul di layar handphone. MasyaAllah, Pendiri sekaligus Direktur Sekolah Alfalah, Ciracas, Jaktim menghubungi saya.

Sejak jelang Ramadhan 2015, saya tak lagi kontak dengan beliau. Penyakit "sok sibuk" saya membuat silaturahim dengan Bu Wismi nyaris putus. Padahal, Bu Wismi adalah pendidik yang memberikan fasilitas gratis kepada saya untuk ikut Pelatihan Pendidikan Orang Tua (PPOT).

PPOT adalah "sekolah khusus" bagi para orangtua dan pendidik yang digelar selama lebih kurang 2,5 bulan. Aktivitas belajar-mengajar ini bernilai lebih dari Rp. 20 juta rupiah. Menurut data Tata Usaha (TU), sejak 1996, ribuan pendidik dari dalam dan luar negeri pernah belajar di Sekolah Alfalah.

"Dasar murid gak tahu diri. Masak gurunya sampai nelpon duluan," gumam saya dalam hati (duh, malunya)

"Sibuk apa sekarang Pak Gem. Apakah masih menulis?" tanya Bu Wismi sopan.

"Masih seperti biasa Bu. Menulis di media sosial. Alhamdulillah, sekarang sudah punya website sendiri," jawab saya.

"Alhamdulillah. Pak Gem kami ada peluang menulis buku-buku anak. Ada banyak tema yang bisa ditulis. Kami juga butuh penulis pendidikan di majalah terbitan ESQ. Pak Gem bisa bantu," tutur Bu Wismi.

"InsyaAllah Bu. Saya mohon maaf karena belum bisa silaturahim ke Sekolah Alfalah. InsyaAllah dalam minggu ini saya ke sana," jawab saya masih dengan hati merinding.

"InsyaAllah Januari 2016, kita mau mengadakan konferensi pendidikan. InsyaAllah Pam akan hadir," imbuh Bu Wismi merujuk pada nama Pamela C Phelps, Pendiri Creative School di Florida, Amerika Serikat.

Pamela adalah pencetus sistem pendidikan berbasis sentra yang banyak diadaptasi di Indonesia. Sekolah Alfalah menggunakan metode ini sejak 1996. Dari sinilah lahir kurikulum 2013 yang sampai sekarang belum bisa 100% diterapkan di Indonesia.

"Baik Pak Gem, kami tunggu kehadirannya. Sekolah Alfalah sudah pindah alamat lho," lanjut Bu Wismi.

"InsyaAllah Bu," jawab saya.

"Sampai ketemu di Alfalah Pak Gem. Salam untuk istri. Assalamu'alaikum," tutup Bu Wismi.

"InsyaAllah Bu. Wa'alaikum salam," jawab saya masih dengan hati merinding.

Hmmm, luar biasa Bu Wismi. Meski punya kedudukan tinggi dan kesibukan segudang, tetap saja rendah hati dan mau menyapa muridnya. Beberapa teman PPOT juga mengaku pernah ditelpon Bu Wismi untuk menanyakan kabar dan sejenak sharing pendidikan.

MasyaAllah, sebuah pengabdian seorang wanita pendidik yang patut diteladani.

Bagi yang ingin kenal lebih jauh sosok Bu Wismi, silakan baca coretan saya di kulkutuk.com berjudul "Ini Sosok Kartini Modern".

Bu Wismi sempat keberatan jika saya menulis profile beliau. Maklum sejak dulu, Bu Wismi kurang sreg dengan publikasi. Beliau juga sering keberatan untuk difoto. Beruntung saya pernah berhasil "membujuk" beliau untuk foto bersama :)

Bu Wismi memang tidak ingin terkenal. Saking low profile-nya, sampai sekarang Sekolah Alfalah tidak pernah mencetak umbul-umbul atau selebaran untuk promosi. Website dan media sosialnya pun tidak dikelola layaknya sekolah yang butuh branding.

Semoga perjuangan Bu Wismi dan semua pendidik di Indonesia berbuah manfaat untuk bangsa dan negara. Aamiiin

0 Response to "Ketika Seorang Guru Menyapa Muridnya"

Post a Comment