Menulis

Menulis

Memahami Sudut Pandang



Sedih gak sih lihat netizens, wabil khusus jamaah Facebookiyah wal Twitteriyah wal YouTubiyah, berantem terus soal kenaikan harga BBM?

Semoga coretan sederhana ini bisa memberi sedikit pemahaman soal mengapa orang debat gak berhenti-berhenti :(

Langsung saja kita mulai dengan sebuah pertanyaan mudah.

Kalau saya bilang caping (topi kebesaran pak tani) bentuknya segitiga dan lancip, benar apa salah?

Yup, benar. Jawaban Anda sama dengan saya. Caping bentuknya lancip kayak gunung. Ini karena kita melihatnya dari samping.

Lalu bagaimana kalau ada yang bilang caping bentuknya lingkaran?

Yup, inipun juga benar. Jika dilihat dari bawah atau atas, caping bentuknya sebuah lingkaran.

Inilah yang disebut dengan sudut pandang atau angle. Berbeda cara lihatnya, bisa berbeda pula bentuknya.

Memahami sudut pandang ini penting sekali, apalagi di jaman keterbukaan seperti sekarang. Salah kita menggunakan angle, bisa muncul masalah di depannya.

Coba sekarang kita uji logika atau cara berpikir caping dengan isu panas akhir-akhir ini.

Jokowi baik atau kurang ajar?

Prabowo bagus atau jelek?

PDIP pro rakyat atau kapitalis?

Golkar buruk atau bijak?

Islam kejam atau lembut?

Cak Gem cakep apa ganteng? (huuuuuuu...)

(wkwkwk, disambi guyon bro, ben ora spaneng)

Jawaban semua pertanyaan di atas bisa ratusan, bahkan jutaan macamnya. Tergantung siapa yang menjawab dan dari mana dia mengambil rujukan.

Bagi pendukung Jokowi, menaikkan harga besin adalah sesuatu yang agung. Dengan beragam data dan argumen, mereka bisa menjelaskan sampai detil perlunya menaikkan harga bensin.

Sebaliknya, bagi mereka yang kontra, kebijakan Jowoki gak bermutu blas. Menyengsarakan rakyat kecil karena berdampak sistemik dan bla bla bla...

Menarik jika kita menyimak pembicaraan warung angkringan, pos ronda, dan medsos akhir-akhir ini. Banyak orang yang mencoba mengomentari beragam isu di dalam dan luar negeri.

Selain isu terkait politik dalam negeri, salah satu yang paling ekstrim saat ini adalah legal tidaknya pernikahan sesama jenis?

Kelompok pertama menjawab: Haraaaaaaam. Najissssss. Jijayyyyy. Kualaaaattt, dll.

Kelompok kedua menjawab: Boleh dong, asal gak mengganggu orang lain. Itu kan hak asasi manusia bro.

Siapa yang benar? Sudah pasti dua-duanya merasa benar dan ngeyel.

Mengapa? Karena mereka memakai dasar berpikir dan sudut pandang yang sama sekali berbeda. Dijamin sampai kiamat gak bakal ketemu.

Wong yang satu sayap kiri, satunya lagi sayap kanan. Satunya timur, satunya barat. Satunya kutub utara, satunya kutub selatan.

Sedihnya, masih banyak masyarakat yang nekat "berantem" membahas aneka pertanyaan gak bermutu. Mereka masuk dalam perangkap yang mereka sendiri tak manyadarinya. (kasihan, kasihan, kasihan)

Yang kurang ajar adalah pihak-pihak yang kipas-kipas. Sudah tahu ada sekumpulan orang bodoh berdebat kusir, eh tega-teganya dia manas-manasi.

Jadi makin runyam deh. Ujung-ujungnya gelut, tinju, duel, pencak, gulat, karate, kungfu, kick boxing, tawuran, dll. (horeee pertunjukan gratis).

"Memang susah jadi manusia," demikian kata seekor monyet di sebuah iklan (yang jelas bukan iklan Dewi Butiq atau www.yazidu.com).

Menyikapi masalah ini, sangat keren menerapkan sabda Baginda Nabi Muhammad SAW di hadist Buchori No. 6018.

"Barang siapa yang percaya pada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam."

Baik di sini artinya memenuhi unsur kebenaran, valid, dan disampaikan dengan skema papan, empan, adepan.

Jika tidak mampu melakukannya, maka diam lebih baik. Selain menghindari kerusakan sistemik, diam memberi kesempatan kepada kita untuk mendengar, memperhatikan, mendalami, dan menganalisis.

Inilah detil cara komunikasi dalam Islam. Bahkan dalam salah satu judul babnya, Buchori, sang profesor hadist sampai menulis: al-ilmu qoblal qouli wal 'amal. (berilmulah sebelum bicara dan berbuat).

Lalu sudut pandang mana yang paling sempurna di dunia ini? Ilmu apa yang paling bisa dijadikan pijakan?

Kalau menurut saya, sudut pandang manusia, siapapun dia, pasti tidak akan pernah sempurna. Buktinya, semua muqadimah buku selalu tertulis: kritik, masukan, dan saran mohon dialamatkan ke.....

Selain itu, secara alaminya, manusia tidak ada yang abadi. Selalu saja datang silih berganti dari satu generasi ke generasi lainnya. Satu zaman berganti ke zaman yang lain.

Hanya Alquran satu-satunya kitab di dunia yang berani mengklaim: dzalikal kitaabulaa roiba fiih (demikian ini Kitab yang tiada keraguan di dalamnya).

Lho kalau Kitabnya sempurna kok ada kelompok-kelompok yang ngaku pro Alquran tapi kelakuannya gak genah?

Bisa dipastikan ini karena cara memahaminya yang salah. Bisa jadi salah pilih guru, bisa juga kurang rujukan. Atau memang ada pihak-pihak yang sengaja jadi tinta di dalam belanga susu.

So guys, beware of your words and mouth!

Sing pinter Cah. Ben ora diublek-ublek karo wong-wong sing ra nggenah :)

"Aku pengen pinter Cak. Aku moh diublek-ublek karo wong-wong sing gak genah. Piye carane Cak?"

Anda mau tahu? Atau mau tahu banget? Kasih tahu gak yaaa?

Baiklah saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air. Ingat-ingat ini ya. Dicatet. Bila perlu diapalkan.

Ketika kita emosi, di situlah titik kelemahan kita sedang diuji. Stop, hop, mandeg, berhenti. Ojo diterusno. Atur napas. Jangan ngomong, jangan nulis.

Diam sebentar seperti kata Baginda Nabi. Ibarat main catur, kita perlu waktu untuk menganalisis.

Kalau masih bingung dan kurang ilmu, segera cari guru. Orang-orang baik yang lebih ngerti tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Rugi ikut-ikutan debat kusir, apalagi yang jelas-jelas berbeda sudut pandangnya. Buang-buang energi bro.

Salam pinter. Salam pandai. Salam kritis. Salam cerdas.

Mana Salam? Disebut-sebut terus dari tadi tapi gak rumangsa blas :)

0 Response to "Memahami Sudut Pandang"

Post a Comment