Menulis

Menulis

Menguak Misteri Kepribadian Manusia



Kisah saya ini mungkin tergolong ngisin-ngisini, bahkan nggilani. Meski begitu, semoga ada hikmah yang bisa dipetik. Setidaknya bagi Anda yang punya masalah kepribadian seperti saya.

Jadi begini, ketika saya duduk di bangku SMA dan perguruan tinggi, saya ingin menjadi sosok yang bermutu. Bahkan, kalau bisa menyandang status pemuda nyaris sempurna (ngareeep).

Berbagai cara pun mulai saya tempuh demi menaikkan statusisasi diri. Dari mengubah penampilan, hingga berlagak seperti orang-orang yang dijadikan idola.

Pernah saya berlatih angkat berat karena terinspirasi dengan Bruce Lee. Saya ingin memiliki badan kuat seperti aktor pencak silat ala Tiongkok itu. Ealah, bukannya jadi Bruce Lee, badan saya malah linu-linu gak karuan.

Pernah juga saya memanjangkan rambut agar mirip pemain sepak bola Prancis, David Ginola. Lha dalah, bukannya jadi Ginola, rambut saya malah gatelen dan jadi sarang ketombe.

Tak ketinggalan saya sempatkan belajar gitar demi bisa serupa Slash atau Vito Bratta. Glodak, bukannya jadi gitaris profesional, saya malah jadi pengamen.

Pokoknya apa saja yang saat itu dianggap keren dan dikagumi, sebisa mungkin saya tiru. Bahkan, pernah suatu saat saya nekat menjadi Rangga di film Ada Apa dengan Cinta (AADC).

Selama tiga hari saya kuatkan diri untuk mencoba berlagak cool, jarang ngomong, dan agak cuek. Harapannya, tentu saja supaya bisa terlihat cold but cool.

Apes. Bukannya jadi Rangga, saya malah kebablasan jadi Rangganteng blas. Saya, yang dasarnya suka ndobos, jadi kayak alien kesasar karena memaksakan diri puasa bicara.

Kata psikolog, masa-masa itu dikenal dengan pencarian jati diri. Saya sendiri kurang sepakat dengan istilah itu. Saya merasa tidak pernah kehilangan jati diri, jadi kenapa harus mencarinya?

(he he he, yo ngene iku lho wong ndablek tur ngeyelan. namanya juga penulis gak jelas bro :)

Singkat kata, saya akhirnya capek gonta-ganti "kepribadian". Dari ingin jadi A, B, C, D, hingga Z, semuanya gagal kepratal.

Tak hanya soal lifestyle, di dunia tulis menulis pun saya melakukan eksperimen. Mulai dari mencoba meniru gaya bos Jawa Pos Dahlan Iskan, juragan Kompas Gramedia Jacob Oetama, hingga pentolan Tempo Goenawan Mohammad.

Hasilnya? weleh, weleh, weleh, ibarat roti, tulisan saya malah bantat ke mana-mana. Istilah kata dipangan ra kolu, dijual gak payu, disawatno bebek malah diguyu (wkwkwk, ra keno, ra keno, ra keno :)

Begitupun di ranah public speaking. Saya pernah mencoba meniru gaya Aa Gym yang tenang dan kharismatik. Pernah juga saya mengadaptasi style Zainudin MZ yang tajam, puitis, dan berwawasan luas.

Hasilnya? Bukan jadi seperti para pendakwah hebat, eh banyak yang bilang saya lebih mirip Tuyul, eh salah Tukul (ea, ea, ea, eaaaaa.... pertinyiinnyi. pertinyi-innyi :).

Alhamdulillah, dengan bertambahnya usia, saya berkesimpulan bahwa saya memang unik. Saya memang beda. Saya bukan Bruce Lee, Slash, Aa Gym, Ginola, atau lainnya.

Ya, Allah sengaja menciptakan saya berbeda dengan miliaran manusia lainnya. Meski mungkin ada yang mirip wajah (kata  sebagian teman-teman, sekilas saya kayak Andre Stinky, wkwkwk...), tapi tetap saja saya berbeda.

Berbeda hobi, kesenangan, IQ, daya tahan tubuh, makanan, tipe cewek, nasib, karakter, arah hidup, tinggi badan, warna kesukaan, agama, budaya, tingkat ekonomi, silsilah keluarga, ukuran sepatu, ukuran baju, garis tangan, dll.

Seiring waktu saya makin yakin bahwa saya adalah saya. Bukan Anda, bukan orang lain.

Saya hobinya ndobos positif, kadang gak duwe isin, kadang alay bin lebay, kadang sudrun, kadang melow, senengane bal2an karo futsal, aslinya suka romantis, favorite makanan murahan, tak seberapa suka laut (karena gak bisa renang), penampilan sering gak match, gak suka pedes, gak doyan udut, anti-judi, anti-mendem, simpati dengan perempuan cantik, apalagi yang anggun, males debat, ra kolu rame, opo maneh gelut, dll.

Saya sadar sepenuhnya, tidak semua orang di muka bumi ini nyaman dengan gaya dan karakter saya. Mereka yang serius, mungkin kurang suka dengan model Kartoloan macam saya.

Orang yang ningrat, mungkin tidak srantan melihat cara hidup saya. Tapi, insyaAllah saya selalu berusaha untuk memperbaiki diri. Saya berupaya untuk tidak menimbulkan masalah, apalagi konflik horisontal.

Bagi yang pernah tersakiti oleh saya, baik dulu maupun sekarang, dengan rasa penyesalan yang sangat mendalam, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga ke depan saya bisa jauh lebih baik.

So, teman-teman, stop imitating others, apalagi sampai menghabiskan puluhan juta rupiah hanya demi menjadi orang lain. Anda adalah Anda. Saya adalah saya.

Bagi Anda yang masih nekat ingin jadi orang lain, jangan lama-lama. Mending berhenti secepatnya. Kecuali jika Anda mau capek atau bahkan sakit hati.

Maaf buat ibu-ibu dan mbak-mbak. Kalau memang memakai tas, sepatu, atau kosmetik harga 50-200 ribuan Anda sudah kelihatan cantik, anggun, dan mempesona, tidak usahlah memaksa beli yang harga 3-15 juta.

Apalagi yang sampai puluhan bahkan ratusan juta hanya demi ingin meniru gaya artis ini, atau tampil laiknya ibu pejabat itu, atau mbak peragawati itu.

Niat hati tampil all-out kayak Syahrini, eh jadinya malah mirip susi similikiti weleh-weleh.

Ibu-ibu, mbak-mbak. Belum tentu apa yang dipakai mereka cocok dengan Anda. Belum tentu produk-produk yang mereka gunakan ngepas dengan bentuk tubuh, rambut, mata, wajah, warna kulit, kaki, dan selera Anda.

Akan lebih baik, menurut saya, jika Anda membeli tas, sepatu, atau kosmetik karena kebutuhan dan sesuai karakter diri sendiri, bukan lantaran ingin memaksa bergaya seperti orang lain.

Kecuali jika memang Anda punya uang berlebih. Boleh-boleh saja membeli yang mahal-mahal. Itupun jangan lupa sedekah dan jangan dipamerin ke orang lain. Kasihan jika ada ibu-ibu atau mbak-mbak yang kesengsem tapi mereka gak punya doku (cucian deh lu. rasain gua :)

Ingat, mengenali kemudian menjadi diri sendiri adalah salah satu resep bisa menikmati hidup. Bersikaplah wajar sesuai karakter Anda, bukan karakter orang lain.

"Lho, tapi kita kan tetep butuh role model Cak Gem? Biar kita gak kehilangan arah. Ingin be your self tapi kalau salah langkah kan malah bahaya?"

Yup, benar sekali. Saya sepakat dengan Anda. Memang dibutuhkan satu garis universal untuk dijadikan acuan. Batas-batas wajar sehingga kita gak kebablasan.

Kalau menurut saya, sebagai seorang muslim, idola dan panutan terbaik sepanjang masa tak lain adalah Baginda Nabi Muhammad SAW. Seperti tertulis di Alquran Surat al-Ahzab ayat 21.

"Sungguh telah ada di diri Rosul contoh terbaik buat kalian semua."

Sebisa mungkin jadilah seperti beliau. InsyaAllah akan selamat, mulia, bahagia, dan terhormat di dunia hingga akhirat. Amiin.

----------

NB: Sebenarnya tadi saya mau numpang promo. Saya mau tulis: bagi ibu-ibu dan mbak-mbak yang ingin tampil cantik, anggun, dan mempesona, silakan lihat produk Dewi Butiq atau www.yazidu.com. Tapi, karena saya khawatir mengganggu kenyamanan membaca Anda, akhirnya saya gak jadi iklan.

Soalnya ada yang nyindir ujung-ujunge Cak Gem mesti iklan. Kalau kata Upin-Ipin: asyik-asyik iklan, asyik-asyik iklan. Kalau sudah begini, saya cuma bisa jawab: aku juga :)

0 Response to "Menguak Misteri Kepribadian Manusia"

Post a Comment