Menulis

Menulis

Mencari Makna Pendidikan yang Sebenarnya


Ingin sekali saya memberi judul coretan ini "Sehari Berguru pada Sang Maestro" atau "Belajar dari Pakarnya Pendidikan".

Bisa juga "Menimba Ilmu dari Gurunya Guru" atau mungkin "Ngilmu saking Empunipun Ilmu".

Saya rasa judul-judul yang barusan saya tulis lebih mewakili betapa bermutunya ilmu Bu Wismi. Namun, judul-judul itu saya yakin akan membuat Beliau kurang nyaman.

Di mata banyak orang, tak terkecuali saya, Bu Wismi memang sosok yang enggan untuk disanjung, dipuji, apalagi diidentikkan sebagai orang hebat.

Wanita kelahiran 21 Juli 1948 itu hanya ingin anak-anak Indonesia bisa tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi sukses dan bisa bermanfaat.

Salah satu bukti betapa Beliau sangat low profile adalah keengganannya untuk difoto. Saya sampai berkali-kali harus merayu Beliau agar sudi "nampang" dengan saya. (he he he, maaf ya Bu. soalnya saya sueneng bingitz bisa bertatap muka dan belajar langsung dari Ibu).

"Mas Imam daripada motret saya, mending motret murid-murid di sini. Mereka lebih bagus diambil gambarnya daripada saya," kata Bu Wismi dengan sangat sopan.

Tapi alhamdulillah, berkat jurus rayuan maut ala wartawan akhirnya saya sukses meluluhkan keengganan Beliau. Dan "cepret", saya pun merasa sangat terhormat bisa foto bareng Bu Wismi.

Ya, demikianlah sekilas karakter Bu Wismi di mata saya. Bagi Beliau, popularitas, nama besar, sanjungan, puja-puji, tepuk tangan, dan yang sejenisnya bukanlah "sesuatu".

Bagi Beliau, yang terpenting adalah tumbuh kembang anak yang baik hingga kelak jadi pribadi yang sholih dan sholihat. Pribadi yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, bangsa, negara, dan agamanya.

Bu Wismi adalah pendiri sekaligus Direktur Sekolah Al Falah, Ciracas. Di dunia pendidikan Tanah Air, nama Bu Wismi sangat masyhur.

Ratusan guru dari berbagai daerah di Indonesia pernah ngangsu kaweruh di "padepokannya". Bahkan, tak hanya guru sekolah umum dan Islam, melainkan juga guru-guru lintas agama, salah satunya sekolah Santa Maria.

Nama lengkap Beliau adalah Drg Wismiarti Tamin. Yup, latar belakang Beliau memang dokter. Namun sejak 1996-an, mantan Direktur Laboratorium Dopping DKI Jakarta ini fokus membangun pendidikan Indonesia. (InsyaAllah kapan-kapan saya tulis perjuangan Beliau dalam memajukan bangsa dan negara melalui edukasi).

Saya kali pertama tahu nama Bu Wismi dari seorang sahabat bernama Pak Reza. Kebetulan putra Pak Reza menimba ilmu di SD Al Falah, Ciracas.

Sekitar tiga pekan lalu, Pak Reza cerita kalau baru saja mengikuti Program Pendidikan Orang Tua (PPOT) di Sekolah Al Falah. Selama delapan hari menimba ilmu, Pak Reza mengaku kagum dengan ilmu Bu Wismi.

Metode pembelajaran yang digunakan Bu Wismi benar-benar penuh cinta, kasih, sayang, dan perhatian. Berbeda dengan metode sebagian sekolah yang lebih fokus pada IQ.

"Pokoknya top banget deh Mas Imam. Ilmunya benar-benar bermutu. Bu Wismi sendiri orangnya hangat, tenang, sopan, ramah, bijak, menghargai orang, dan tidak suka menjudge orang/pihak lain," terang Pak Reza.

Dari secuil kisah Pak Reza, saya langsung berkesimpulan sosok wanita yang dimaksud punya ilmu setingkat begawan. Ciri-ciri yang diungkap Pak Reza menguatkan keyakinan saya bahwa Bu Wismi adalah pendidik yang sudah mencapai level "suhu".

Tanpa pikir panjang, saya pun minta bantuan Pak Reza untuk mempertemukan saya dengan Bu Wismi. Alhamdulillah dalam waktu kurang dari seminggu, saya sudah bisa bertatap muka sekaligus berguru pada Bu Wismi. (horeee, berhasil, berhasil, berhasil...)

*****

Di sela-sela kesibukannya yang puadat pol, Jumat (5/11/2014) Bu Wismi meluangkan waktu menemui saya. Di ruang kerjanya yang sangat sederhana, Beliau menjawab semua pertanyaan saya dengan gamblang.

Hampir tiga jam beliau dengan sabar dan sopan membagikan ilmu dan pengalamannya. Di tengah usianya yang makin senja, saya bisa merasakan betapa besar energi Bu Wismi. Hasratnya untuk mendidik dan memajukan anak bangsa begitu kuat.

Dengan sangat detil, Bu Wismi menjelaskan banyak hal tentang pendidikan. Mulai dari pengertian pendidikan, arahnya, konsepnya, hingga hal-hal teknis dalam merangsang tumbuh kembang murid. (InsyaAllah kapan-kapan saya tulis ilmu dari Beliau dalam coretan berseri. untuk kali ini, saya hanya fokus pada satu pokok pikiran).

Salah satu pertanyaan saya kepada Bu Wismi adalah:

"Apa sebenarnya makna pendidikan dan untuk apa? Yang saya tahu, sebagian orangtua meyakini pendidikan adalah untuk membuat anak jadi pandai, punya pekerjaan/bisnis yang bagus, kemudian hidup bahagia dengan keluarganya."

Pertanyaan ini Beliau jawab dengan sangat sederhana, namun dalam sekali hikmahnya.

"Mas Imam, sudah dijelaskan dalam Kitab Suci seperti apa kualifikasi manusia berkualitas. Di antaranya jujur, produktif, suka menolong, tidak mudah menyerah, amanat, tidak menyakiti orang lain, bermanfaat, cinta lingkungan, dll. Fungsi pendidikan adalah menjadikan manusia memiliki kualifikasi itu. Kualifikasi sebagai khalifah di bumi," jawab Bu Wismi.

"Wow, lalu siapa murid yang paling sukses menurut Ibu?" tanya saya lagi.

"Dalam Kitab Suci dijelaskan bahwa tidak diciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah pada Allah. Murid yang paling sukses adalah yang paling baik ketaatannya pada Sang Pencipta. InsyaAllah dia akan sukses dan bahagia di kehidupan sekarang dan nanti," terang Bu Wismi.

Subhanallah, langsung gemetar hati ini mendengar jawaban Bu Wismi. Di tengah karut marutnya bangsa Indonesia yang masih suka mencaci, berjudi, mencuri, korupsi, prostitusi, dan saling menyakiti, Beliau konsisten berjuang menyelamatkan masa depan anak-anak.

Dalam mendidik para murid, Bu Wismi menerapkan metode, salah satunya Discipline with Love. Metode ini mewajibkan para guru menghindari 3 M, yaitu:

1. Dilarang “Melarang”

2. Dilarang Menyuruh

3. Dilarang Marah

Guru dilarang Melarang => Agar anak menjadi berani bertindak dan berpendapat.

Guru dilarang Menyuruh => Agar anak memiliki inisiatif.

Guru dilarang Marah => Agar murid tidak pernah kehilangan akal sehat.

Metode ini diadaptasi dari kurikulum sebuah sekolah TK di Florida, Amerika Serikat. Sistem pengajaran dan pendidikannya benar-benar disesuaikan dengan sitem kerja otak manusia.

Tak heran jika pemilihan kata dan kalimat saat berkomunikasi dengan anak didik benar-benar diperhatikan. Tidak boleh ada kata-kata dan sikap guru yang justru akan merusak perkembangan otak anak.

*****

Di bawah ini adalah contoh mengajari anak untuk selalu meminta izin jika meninggalkan orangtua atau rumah.

Sering kali orangtua mengeluh anaknya jarang izin jika meninggalkan orangtua atau rumah. Jika kebiasaan ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin akan menyengsarakan orangtua.

Berapa banyak kasus kehilangan anak yang membuat para orangtua khawatir. Apalagi, jika hilangnya sampai beberapa hari (naudzubillahi min dzalik).

Kalau mau jujur, sikap anak seperti ini sebenarnya hasil didikan orangtua. Sejak kecil, kebanyakan orangtua jarang mengajarkan pentingnya minta izin.

Coba perhatikan contoh sederhana berikut ini. Ketika Ibu sedang asyik menemani anak (usia batita) di ruang tamu, mendadak ponsel di kamar berdering. Biasanya, kebanyakan orangtua langsung berdiri dan ngeloyor ke kamar.

Anak yang tiba-tiba mendapati Ibunya "hilang", pasti akan kebingungan. Secara tidak sadar, Ibu telah mengajari anak bahwa boleh "mendadak hilang" tanpa memberi tahu. Kebiasaan buruk ini lama-kelamaan akan tertanam di otak kecil anak.

Akan lebih baik jika Ibu mulai membiasakan meminta izin kepada anak ketika Ibu akan meninggalkan dia untuk satu keperluan.

"Sebentar ya Nak, Ibu ke kamar untuk ambil ponsel. Sebentar kok. Ibu segera kembali."

Kalimat ini akan direkam oleh anak bahwa ketika akan pergi, harus memberi tahu. Jika ini dilakukan terus menerus, insyaAllah sampai dewasa anak akan terbiasa meminta izin jika meninggalkan orangtua atau rumah. Bahkan, ketika dewasa, mereka akan rela pinjam ponsel teman demi meminta izin kepada orangtua.

"Ibu maaf, aku pulang agak terlambat karena harus mengerjakan tugas di kampus. Ini pakai HP temen. HP aku lagi habis batre. Sebentar lagi aku cas. Love U Ibu," demikian bunyi SMS/whatsapp/BBM/inbox anak pada Ibunya.

Nah, itu salah satu kebiasaan sepele namun besar pengaruhnya untuk masa depan buah hati. Masih buanyak kebiasaan lain yang sering kali salah namun tak disadari orangtua.

Yang menarik, ketika anak melakukan kesalahan (tidak izin saat meninggalkan orangtua atau rumah) sebagian Ibu malah memarahi bahkan mencaci anaknya sendiri.

"Kamu itu udah Ibu bilangi supaya ngomong kalau mau pergi, eh malah ngeloyor aja kayak kentut. Dasar anak gak bermutu," kata Ibu.

Andai saja anak boleh membantah orangtua, mungkin dia akan bilang, "Oalah Bu, Bu, wong sampeyan sendiri gak pernah bilang waktu ninggalin saya, kok sekarang nyuruh saya minta izin. Mikiiirrrr?"

He he he, bagaimana Bro and Sist, ternyata gak mudah ya mendidik buah hati?

Nah, kalau Anda mau tahu detil bagaimana cara mendidik anak yang berkualitas, belajar saja langsung sama Bu Wismi.

Anda bisa daftar PPOT di Sekolah Al Falah, Ciracas. Rencananya program keren ini digelar lagi akhir Januari 2015. Selama delapan hari, Anda akan diajak mengarungi samudera ilmu tentang cara mendidik anak sesuai perkembangan otaknya.

Oh ya, sebelum berpisah, Bu Wismi menghadiahi saya dua buku lho.

Buku karya Bu Wismi itu berjudul "Mengapa Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu" dan "Membangun Kecerdasan Anak 0-3 Tahun melalui Membaca dan Bermain".

Asli, bukunya ciamik jaya. Kapan-kapan saya ulas buku tersebut untuk Anda (insyaAllah).

Terima kasih Bu Wismi atas waktu, ilmu, dan bukunya. Semoga Engkau sehat, panjang umur, dan makin bermanfaat untuk bangsa dan negara.

Salam pendidikan Indonesia

1 Response to "Mencari Makna Pendidikan yang Sebenarnya"