Menulis

Menulis

Pelajaran dari Bensin Naik



Dulu, seingat saya, ketika ada pemimpin menaikkan harga bensin, mayoritas rakyat menolak. Bahkan hingga terjadi demo besar-besaran yang berujung pada gebuk-gebukan.

Sekarang, ketika pemimpin mengerek harga bensin Rp 2.000 per liter, tidak semua rakyat menolak. Sebagian mereka bahkan membela habis-habisan keputusan itu.

Sebagai penulis kurang kerjaan dan mantan wartawan, saya tertarik melihat fenomena ini. Setidaknya dari sudut pandang komunikasi publik dan bisnis. Kalau dari sisi ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan-keamanan, bahkan agama, saya yakin sudah dihajar habis oleh media.

Pertanyaan saya, kok bisa kebijakan sama (menaikkan harga bensin), tapi respons mayoritas rakyat berbeda?. Bahkan, media pun terbelah. Ada yang mendukung, tapi ada juga yang menghujat.

Yang paling kasihan, menurut saya, adalah wartawan anti-kenaikan harga bensin, tapi dia bekerja di media yang pro kebijakan harga baru (he he he, nasib-nasib. idealisme pribadi terpaksa ditepikan demi anak-istri :).

Ibarat kata, hati nurani menolak kenaikan harga bensin, tapi otak dan tangan dipaksa mengetik artikel pentingnya menaikkan harga bensin. Habis ngetik, langsung deh curhat di FB dan Twitter :)

Inilah sisi unik manusia. Selalu ada pro dan kontra. Sampai kapanpun akan terus berubah-ubah tergantung anginnya. Jika sekarang angin berhembus ke kanan, ya sebagian ikut ke kanan. Kalau suatu saat berhembus ke kiri, ya ikut ke kiri.

Kembali ke masalah komunikasi publik, sekarang ini dunia sudah terbuka. Sosmed jadi ruang bebas untuk bersuara (horee, semua orang bisa meneriakkan isi hatinya :)

Kalau ada waktu coba perhatikan status FB dan twitter akhir-akhir ini. Jutaan rakyat Indonesia "berantem" soal kenaikan harga bensin.

Pertinyiinnyi. Pertinyi-inyi. Siapa yang benar? Yang mendukung kenaikan harga bensin atau yang menolaknya?

Pertanyaan bodoh ini tentu saja gampang untuk dijawab. Sampai kiamat tidak ada yang mau ngaku salah. Selalu saja si A ngaku benar, si B juga ngaku benar.

Yang perlu Anda cermati, sekarang ini tidak semua angin (opini) berhembus secara alami. Ada tangan-tangan tak terlihat yang diam-diam ikut menggerakkan arah angin.

Kebetulan saya punya beberapa sahabat yang sekarang masih aktif di agensi digital marketing. Tugas mereka, salah satunya mem-branding klien, termasuk politisi.

Mereka dibayar utk membuat arah angin bergerak sesuai permintaan politisi. Yang menarik, agen ini merekrut intel-intel dari berbagai kalangan. Mulai dari mahasiswa, publik figur, wartawan, hingga orang-orang yang aktif di medsos. Mereka kompak meniup arah angin sesuai keinginan politisi.  

"Jadi aku harus mantau terus Cak Gem, sekarang anginnya bergerak ke mana. Ini ada softwarenya. Kalau angin klien kita kalah, kami langsung bergerak membuat artikel, status, ngetweet, dll untuk mengubah arah angin," jelas sahabat saya ketika kami nongkrong di Mall Arion, Rawamangun.

"Bayar berapa mereka mas?," tanya saya.

"Mahal Cak. Milyaran," jawab sahabat saya.

Weleh, weleh, weleh. Sampai segitunya ya sekarang perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Bisa digunakan untuk mengaduk-aduk opini masyarakat.

Makanya Bro and Sis, jangan buang-buang energi ikut berantem membahas hal-hal yang gak ada ujung pangkalnya.

Namanya angin, ya terus berhembus ke mana-mana. Capek kalau ikut angin terus, he he he :)

------------
Selamat menikmati kenaikan harga bensin. Semoga Indonesia makin makmur dan sejahtera :)

"Eit, jangan buru-buru ditutup coretannya Cak Gem. Aku tetep gak setuju bensin naik. Ini menyebabkan semua harga ikut naik. Ujung-ujungnya masyarakat makin susah."

Weleh, weleh, weleh, emang curhatan sampeyan di FB dan Twitter bisa membuat harga bensin turun?

"Ya gak sih Cak Gem. Kecuali kalau ada demo besar-besaran kayak jaman Pak Harto dulu. Sampai gebuk-gebukan."

Emang sekarang ada demo yang sehebat itu? Lha wong sekarang rakyat udah gak kompak lagi.

"Iya ya. Sekarang udah pada ngeblok sana, ngeblok situ. Sulit menyatukan suara rakyat. Terus enaknya gimana Cak Gem?"

Ya udin, kalau gak bisa mengubah kebijakan pemerintah, ya nurut aja. Banyak doa dan ikhtiyar biar rejeki makin luas dan berkah.

Kalau mau, buka bisnis online biar dapat uang tambahan. Gampang kok caranya. Salah satunya jadi reseller Dewi Butiq. Harganya masih jauh di bawah pasar. Jadi sampeyan masih bisa ambil untung. (numpang iklan bro. terutama buat yang ingin nambah penghasilan :)

Salam tiga jari. Salam kemandirian

0 Response to "Pelajaran dari Bensin Naik"

Post a Comment