Menulis

Menulis

PPOT 1 di Sekolah Alfalah, Ciracas, Hari ke-3


Memahami Berpikir Positif, Rendah Hati, Kasih Sayang

Alhamdulillah, PPOT hari ke-3 usai digelar. Seperti hari-hari sebelumnya, acara yang dihadiri wali murid dan praktisi pendidikan itu berjalan lancar. Tema yang dibahas meliputi Berpikir Positif, Rendah Hati, dan Kasih Sayang.

Sama seperti hari kemarin, kami diminta mendifinisikan ketiga karakter sesuai ilmu, pengetahuan, dan pengalaman hidup masing-masing. Setelah itu, Bu Wismi mendiskusikannya bersama kami.

Bu Wismi menyebut Berpikir Positif terdiri dari dua kata, Berpikir dan Positif. Berpikir adalah proses pengolahan informasi yang berasal dari dalam maupun luar pikiran manusia.

Dari dalam misalnya kenangan yang tersimpan di dalam otak jangka panjang. Sedangkan dari luar adalah informasi berupa gambar, suara, bau yang ditangkap panca indera untuk dianalisis lebih lanjut.

Gaya atau style otak mengelola informasi pada setiap manusia berbeda-beda, tergantung pada ilmu, pengetahuan, dan pengalaman masa lalu.

"Gaya berpikir manusia sangat dipengaruhi oleh lintasan saraf yang terbentuk di otak. Mirip dengan lintasan jalan yang biasa kita pilih saat kita bepergian ke sebuah lokasi," papar Bu Wismi.

"Semakin kita terbiasa menggunakan lintasan yang tidak teratur, cara berpikir kita juga tidak teratur. Alhasil, hidup kita juga tidak teratur," imbuh Bu Wismi.

Agar lintasan di otak bisa teratur, sejak dini anak harus dibiasakan berbicara dan menulis dengan aturan yang benar.

"Sebaliknya, kalau lintasan di otak anak dibiasakan yang instant-instant, ketika dewasa mereka maunya yang instant-instant," jelas Bu Wismi.

Bu Wismi menyarankan orangtua dan guru untuk memperbanyak kenangan-kenangan positif dan membuang kenangan negatif di otak anak.

Salah satu caranya, jangan mengungkit-ungkit kesalahan masa lalu yang pernah dilakukan anak. Sebaliknya, sebanyak mungkin isilah otak anak dengan kenangan-kenangan yang baik. Hal ini membuat anak terbiasa berpikir positif.

Sedangkan Rendah Hati, Bu Wismi mengawali diskusi dengan cerita mengapa Iblis diusir dari surga. Hanya karena menolak sujud pada Adam, dia dilaknat Allah selamanya.

"Iblis merasa lebih hebat daripada Adam. Jadi, kalau kita bersikap seperti Iblis, kita juga akan dilaknat," tutur Bu Wismi.

Supaya hidup bisa berkualitas, Bu Wismi mengajak untuk tidak sombong, baik kepada Allah maupun makhlukNya. Sombong kepada Allah salah satunya tidak mau menaati aturanNya.

"Kita nurut saja dengan aturan Allah, termasuk jika saatnya harus diminta kembali kepadaNya. Memang kita siapa berani tidak nurut sama Pencipta?"

Dari landasan berpikir ini, Bu Wismi enggan menerapkan sistem ranking dan lomba di Sekolah Alfalah. Bu Wismi lebih senang orangtua dan guru menghadiahi keberhasilan anak dengan ucapan, "Alhamdulillah, kamu sudah bisa melakukannya. InsyaAllah itu baik untuk kamu."

Adapun Kasih Sayang, Bu Wismi memberi contoh kasus anak yang berlarian ke sana ke mari. Karena tidak hati-hati, akhirnya anak jatuh. Melihat musibah itu, sebaiknya orangtua dan guru tidak mencelanya.

"Anak juga punya harga diri. Jadi, perlakukan mereka dengan baik, bukan direndahkan dengan cara dimarahi," kata Bu Wismi.

"Ketika melihat anak jatuh, kita dekati dan peluk dia supaya hormon kortisol dalam tubuh yang naik bisa segera turun. Hormon ini muncul karena anak dalam keadaan tertekan," imbuh Bu Wismi.

Setelah dipeluk, guru dan orangtua bisa menawarkan obat untuk lukanya. Pada saat mengobati, anak diajak diskusi bagaimana rasanya terjatuh karena lari-lari dan mengapa muisbah itu bisa sampai terjadi. Dari sini, anak akan belajar mengambil hikmah tanpa merasa digurui.

*****

Usai diskusi, kami diminta melakukan observasi lapangan. Saya sendiri kebagian masuk ke kelas Bahan Alam. Di situ, saya menyaksikan anak-anak usia empat tahun bermain dan belajar dengan bahan-bahan dari alam.

Namanya juga anak-anak, mereka senang sekali bermain air, kerikil, dll. Usai beraktivitas, mereka diminta beres-beres dengan mengembalikan alat dan bahan bermain ke tempat semula.

Setelah beres-beres, guru mengajak murid recalling apa saja yang tadi dilakukan. Secara bergiliran, anak menceritakan kegiatan yang telah mereka lakukan.

Selesai observasi, kami kembali ke ruangan PPOT untuk mempresentasikan hasil temuan di lapangan. Apa yang kami sampaikan lebih difokuskan pada tiga karakter yakni Berpikir Positif, Rendah Hati, dan Kasih Sayang.

Selesai presentasi, kami diminta kembali ke kelas untuk merasakan langsung bagaimana menjadi murid. Kali ini saya bersama tujuh teman lainnya masuk Sentra Iman dan Taqwa (imtaq).

Dibimbing seorang guru senior, kami diajak merasakan bagaimana asyiknya bermain puzzle, rumah-rumahan bertema ajaran Islam. Saya sendiri memainkan puzzle urutan gerakan sholat, masjid, busana muslim, dan huruf hijaiyah.

Di sesi ini kami benar-benar merasakan bahwa mengajari anak tentang cara beribadah bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan jauh dari tekanan.

Seperti hari kemarin, setelah bermain, kami melakukan recalling tentang apa yang barusan kami lakukan. Di sesi ini, guru memberikan penjelasan teknik-teknik mengajak anak semangat menjalankan ibadah sehari-hari.

Memasuki sesi terakhir, kami kembali ke ruangan PPOT untuk berdiskusi dengan Bu Wismi. Seperti yang sudah-sudah, Bu Wismi menguatkan kembali materi yang telah dipelajari dari pagi hingga sore.

Banyak sekali pertanyaan yang muncul dari para peserta. Salah satunya mengapa banyak orang sholat, tapi perbuatannya masih fahsya dan munkar.

Saking asyiknya berdiskusi, tak terasa adzan maghrib berkumandang. Kami pun harus menyudahi PPOT untuk kembali keesokan harinya.

Salam pendidikan untuk anak Indonesia

0 Response to "PPOT 1 di Sekolah Alfalah, Ciracas, Hari ke-3"

Post a Comment