Menulis

Menulis

PPOT 1 di Sekolah Alfalah, Hari ke-5


Memahami Disiplin, Tanggung Jawab, dan Rajin

Setelah tiga hari libur, PPOT pekan kedua kembali digelar. Kali ini kami datang 30 menit lebih awal dari jadwal yang ditentukan. Alasannya, materi yang disampaikan masih banyak hingga butuh waktu tambahan.

Jika biasanya acara dibuka pukul 08.00 WIB, PPOT hari ke-5 dimulai pukul 07.30 WIB. Alhamdulillah sebagian besar peserta bisa datang tepat waktu, meski beberapa di antaranya harus menerobos banjir dan menempuh perjalanan puluhan kilometer.

Sesuai kesepakatan, PPOT hari ke-5 dibuka dengan presentasi masing-masing peserta terkait sembilan sikap yang diajarkan Bu Wismi pekan silam. Sama seperti pada hari Kamis lalu, presentasi terdiri atas:

1. Definisi
2. Referensi
3. Contoh

Definisi
Setiap peserta diminta kembali mendifinisikan sembilan karakter sesuai ilmu, pengetahuan, dan pengalaman yang didapat selama PPOT.

Referensi
Untuk memperkuat definisi, peserta wajib melengkapinya dengan dalil Alquran dan atau Alhadist.

Contoh
Peserta diminta memberi contoh riil pembangunan sembilan karakter di Sekolah Alfalah sesuai observasi.

Sekadar mengingatkan, sembilan karakter yang dimaksud adalah:

1. Mutu
2. Hormat
3. Jujur
4. Ikhlas
5. Syukur
6. Sabar
7. Berpikir positif
8. Rendah hati
9. Kasih sayang

Seusai presentasi, Bu Wismi melanjutkan materi dengan membahas tiga karakter positif lainnya, yakni Disiplin, Tanggung Jawab, dan Rajin.

Sama seperti pekan sebelumnya, Bu Wismi meminta kami mendefinisikan tiga karakter itu sesuai ilmu, pengetahuan, dan pengalaman hidup masing-masing. Setelah itu, Bu Wismi mengajak kami mendiskusikannya dari berbagai sudut pandang ilmu pengetahuan.

Usai diskusi, kami diminta melakukan observasi di sentra yang telah ditentukan. Saya sendiri kebagian mengamati Sentra Balok. Di sini, saya melihat sejumlah murid TK B menyusun puluhan bahkan ratusan balok. Mereka menyusunnya sesuai tema yang ditentukan bu guru, yaitu Rumah Aku.

Setelah bermain, bu guru meminta semua murid beres-beres. Pertama, mereka diminta mengklasifikasikan aneka balok yang digunakan untuk menyusun rumah.

Kedua, mereka diminta menghitung, satu per satu balok yang digunakan sebelum kemudian mengembalikannya ke tempat semula.

Meski terlihat sepele, metode belajar ini penuh dengan makna. Salah satunya, anak dibiasakan disiplin terhadap aturan yang telah disepakati bersama.

*****

Setelah observasi di Sentra Balok, saya dan peserta lainnya kembali ke ruang PPOT. Di sini, kami diminta melaporkan hasil observasi yang dihubungkan dengan tiga karakter, yakni Disiplin, Tanggung Jawab, dan Rajin.

Usai recalling, kami dipersilakan kembali ke kelas untuk merasakan pengalaman menjadi murid TK. Saya dan beberapa teman mendapat bagian bermain di Sentra Seni.

Dibimbing seorang guru senior, kami diajak melukis, mewarnai, dan membuat aneka bangunan 3D dari kertas karton.

Setelah bermain, kami diminta membersihkan ruangan dan mengembalikan alat permainan ke tempat semula.

Usai beres-beres, satu per satu kami melakukan recalling atas apa yang telah kami kerjakan.

Dari Sentra Balok, kami kembali ke ruang PPOT. Di sesi terakhir ini, kami kembali berdiskusi dengan Bu Wismi terkait Disiplin, Tanggung Jawab, dan Rajin.

Ada banyak ilmu yang disampaikan Bu Wismi, di antaranya tentang Descipline with Love. Metode disiplin inilah yang diterapkan di Sekolah Alfalah.

Descipline with Love mewajibkan semua guru menghindari 3 M, yaitu:

1. Dilarang “Melarang”

2. Dilarang Menyuruh

3. Dilarang Marah

Guru dilarang Melarang => Agar anak menjadi berani bertindak dan berpendapat.

Guru dilarang Menyuruh => Agar anak memiliki inisiatif.

Guru dilarang Marah => Agar murid tidak pernah kehilangan akal sehat.

Descipline with Love disesuaikan dengan tumbuh kembang anak, termasuk sistem kerja otak.

Selain membahas Disiplin, Tanggung Jawab, dan Rajin, Bu Wismi memberikan kesempatan kepada semua peserta PPOT untuk bertanya apa saja tentang pendidikan anak.

Ada banyak pertanyaan yang disampaikan, salah satunya bagaimana mengajak anak umur 0-7 tahun sholat tepat pada waktunya.

Misal anak tetap sibuk bermain puzzle ketika ada adzan. Dengan lemah lembut, ibu bisa berinteraksi dengan anak agar mau sholat.

Ibu: Itu suara apa ya?

Anak: Suara adazan

Ibu: Adzan fungsinya untuk apa ya?

Anak: Sholat. Tapi, aku mau main dulu. Nanti saja sholatnya.

Ibu: Sholat itu bisa membuat otak istirahat sejenak lho. Jadi kita bisa lebih lebih cepat menyelesaikan puzzlenya. Kita juga bisa berdoa pada Allah agar lebih pintar main puzzlenya.

Anak: Ohh gitu ya. Okay aku mau sholat.

Dengan melibatkan anak mengambil keputusan untuk sholat, mereka akan merasa lebih nyaman dengan sholat. Berbeda jika orangtua menyuruh sholat dengan cara menakut-nakuti.

"Kalau kamu gak sholat masuk neraka lho."

Kalimat perintah ini bisa diterjemahkan anak bahwa sholat itu memberatkan dan membuat tidak nyaman.

Bu Wismi mengingatkan bahwa menyampaikan aturan pada anak umur 0-7 tahun harus secara positif. Salah satu tekniknya adalah memastikan bahwa aturan itu baik untuk mereka.

Selain masalah sholat, pertanyaan lain yang muncul di sesi ini adalah bagaimana memahamkan konsep kematian dalam perspektif pendidikan anak.

"Di Sekolah Alfalah anak-anak bermain dan belajar selalu dibatasi oleh waktu. Mereka harus taat terhadap aturan ini. Meski mereka sedang asyik mengerjakan sesuatu, namun jika waktunya habis, mereka harus menyudahinya," kata Bu Wismi.

"Di sinilah anak belajar bahwa hidup itu sementara dan dibatasi oleh waktu. Makanya, kita harus bijak menggunakan waktu kita sebelum dipanggil oleh Allah. Tidak ada waktu untuk leha-leha," imbuh Bu Wismi.

Ada banyak pertanyaan lain yang ingin disampaikan para peserta, tak terkecuali saya. Namun, karena waktu yang terbatas kami pun harus menyudahi PPOT untuk kembali belajar keesokan harinya.

Semoga Anda dan saya menjadi orangtua sekaligus guru terbaik bagi anak-anak.

Salam pendidikan untuk semua anak Indonesia

0 Response to "PPOT 1 di Sekolah Alfalah, Hari ke-5"

Post a Comment